Hari Aksara Internasional 2017 bertemakan “Literacy in Digital World”. Dan Indonesia masih memiliki beberapa PR.
“PR pertama Indonesia karena jumlah kasus buta aksara di Jatim tinggi. Kedua tidak hanya buta aksara tapi juga melek informasi. Selain itu juga kemampuan memilih dan memanfaatkan informasi yang terekam dalam tulisan dan angka,” kata Prof DR Djoko Saryono Penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur.
Kata Djoko, makna literasi sudah meluas, ini menjadi tantangan mengembangkan lebih jauh lagi. Seiring dengan adanya UU perbukuan, bagaimana melalui Hari Aksara Internasional budaya literasi di Jatim bisa digenjot. Ini PR yang harus dikerjakan pemerintah.
Dalam hal ini, peran masyarakat sangat berpengaruh dengan pemerintah.
“Kegiatan baca tulis harus tumbuh dikembangkan karena taman baca dan kampung literasi sudah ada. Pustaka bergerak adalah contoh bagaimana masyarakat berkreasi dengan perpustakaan,” ujar dia.
Sejauh ini, kata dia, Indonesia akan menggerakkan 6 literasi dasar yakni keuangan, digital, matematika, bahasa dan sastra serta budaya dan kekeluargaan.
“Betapa luar biasanya revolusi digital berkembang akibatkan banjir informasi. Dalam konteks ini penting memberikan literasi digital. Kalau tidak kita akan jadi bagian konsumen dan pelengkap saja,” katanya. (dwi)