Miryam S Haryani anggota Fraksi Partai Hanura mengaku mendapat ancaman dari salah seorang oknum Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ancaman tersebut terjadi saat proses pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP) dalam kasus dugaan korupsi KTP Elektronik.
Hal itu terungkap, di persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, saat Miryam hadir sebagai saksi. Dia mengungkapkan, keterangan yang diberikan saat itu untuk menyenangkan penyidik supaya pemeriksaan cepat selesai.
Selain itu, dia juga membantah isi surat dakwaan pada Irman dan Sugiharto, soal pemberian uang kepada sejumlah anggota DPR. Bahkan, di hadapan John Halasan Butarbutar Hakim Pemimpin Persidangan, Miryam minta keterangannya di dalam BAP itu dicabut.
“Semua keterangan yang ada dalam BAP itu tidak benar. Waktu itu saya diancam dengan kata-kata. Seingat saya ada tiga orang (penyidik KPK), Novel, Damanik dan satu lagi saya lupa namanya. Begitu saya duduk, Novel langsung bilang kalau sebetulnya saya sudah (bisa) ditangkap dari tahun 2010. Sesudah itu saya ditekan lagi, jadi saya jawab asal supaya cepat keluar dari ruang pemeriksaan,” ucapnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (23/3/2017).
Mendengar kesaksian Miryam S Haryani, John Halasan Butarbutar Ketua Majelis Hakim langsung mencecar pertanyaan. Hakim meragukan jawaban Miryam karena keterangan yang ada di BAP dinilai sistematis dan tidak menunjukkan indikasi asal-asalan, khususnya soal penyebutan nominal uang yang diberikan ke sejumlah anggota Komisi II.
“Saya ragu dengan pernyataan saudari saksi. Apa iya penyidik mengancam? Kalau tidak benar dan Anda tidak melakukan itu, kan bisa membantah. Apalagi Anda seorang anggota dewan,” kata Ketua Majelis Hakim Tipikor.
Karena Miryam terus membantah, hakim memutuskan untuk menghadirkan tiga orang penyidik KPK yang disebut mengancam, dalam persidangan selanjutnya.
Atas keterangan palsu yang diberikan, Miryam Haryani terancam hukuman 7 tahun penjara, seperti diatur Pasal 242 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (rid/bry/den)