Sabtu, 23 November 2024

Geek Festival 2017 Hari Pertama Meriah

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Sharing pengalaman tutup Geek Festival 2017 hari pertama. Foto: Abidin suarasurabaya.net

Geek Festival 2017 di hari pertama usai. Sesi diskusi ditutup sharing pengalaman dari dua nara sumber kreator nasional yaitu Handoko Hendroyono Creator Content dan Produser Filosofi Kopi dan Vidi Aldiano Musisi dan Enterpreneur.

Dua sesi diskusi pamungkas yang mengupas pengalaman membangun konten dan bisnis kreatif, diikuti banyak pengunjung Geek Festival 2017 di Siola Jl Tunjungan Surabaya.

Handoko Hendroyono Creator Content dan Produser Filosofi Kopi yang tampil sebelum Vidi, banyak bercerita bagaimana membuat konten Filosofi Kopi yang awalnya dari Novel, kemudian merambah menjadi ratusan produk kreatif yang tentunya bernilai bisnis tinggi.

Mulai dari jadi film, animasi, produk kopi, kedai kopi, komunitas petani kopi, sampai menjadi alat diplomasi dengan para duta besar negara lain di bidang kopi.

Menurut Handoko, cara membesarkan filosofi kopi bukan dengan uang tapi dengan konten. Setelah konten terbentuk dan berkembang, uang akan datang sendiri dari sponsor.

“Setiap hari saya buat konten. Saya bermimpi terus berfikir terus dan mewujudkannya. Yang terbaru saya akan buat Rumah Pohon, ini sedang dibuat ekosistem dan digitalnya,” katanya.

Menurut Handoko, storytelling atau sebuah ide cerita sangatlah penting di era digital sekarang ini. Konten yang baik bisa menjadi awal pengembangan bisnis kreatif.

Dalam menghadapi era digital saat ini yang terpenting juga adalah concern dan berfikir positif.

“Saat ini itu adalah era bangkitnya para produser. Dimanapun orang berada sekarang bisa bikin produk. Ini zaman kreatif, semua orang tidak ragu lagi bikin konten dan produk. Karena, semakin kita membuat produk yang baik maka akan semakin menguntungkan bisnis. Pokoknya kalau bikin produk atau konten jangan latah jadi pengekor,” katanya.

Sementara Vidi Aldiano, banyak menceritakan perjuangan mewujudkan mimpi menjadi musisi melalui indie label. Bagiamana dia membuat demo album yang ditolak oleh 6 label di Jakarta. Kemudian, sampai dia membuat label sendiri dan merilis album dan membaginya ke 100 radio di daerah di Indonesia.

“Waktu itu tahun 2008 itu zamannya musik band. Saya ditolak karena rambut alay, dan diminta membuat album ulang dengan format band. Akhirnya saya bikin label sendiri. Album saya lempar ke radio sendirian, ke semua radio yang aku tahu,” kata Vidi.

Setelah Vidi dikenal dan album bisa diterima masyarakat musik Indonesia, gelombang zaman kembali menerpa. Mulai dari maraknya pembajakan, lalu digital album yang royaltinya lebih murah. Belum selesai masalah itu, muncul platform free streaming.

“Jadi bertubi-tubi. Tadinya jualan CD ilang, era digital album belum kelar, datang lagi free streaming,” katanya.

Dari sini kemudian Vidi kuliah di Manchester Inggris mengambil tesis terkait kreatif ekonomi yang saling berkolaborasi. Sampai kemudian dia konsen mengambangkan bisnis kreatif setelah pulang ke Indonesia. Dia sekarang tidak hanya musisi, tapi juga punya resto, clothing, dan krowd.id sebuah platform startup yang bisa mengkolaborasikan semua para kreator. (bid/tok)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs