Sabtu, 23 November 2024

Film Istirahatlah Kata-Kata Ingatkan Pemerintah Ada 13 Aktivis 1998 Belum Ditemukan

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Cover buku saku Istirahatlah Kata-Kata yang dicetak oleh IKOHI untuk dibagikan saat pemutaran film yang mengisahkan perjuangan Wiji Tukhul. Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Film Istirahatlah Kata-Kata yang disutradarai oleh Yosep Anggi Noen tentang kehidupan Wiji Thukul, aktivis 1998 yang sampai saat ini belum ditemukan, tayang serentak pada 19 Januari di delapan Kota Indonesia, termasuk Surabaya.

Bersama momen penayangan film ini, Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) Jawa Timur, dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mengajak masyarakat Jawa Timur untuk menonton film itu.

“Kami juga belum menonton filmnya. Tapi kami mengundang seluruh masyarakat Jatim untuk melihat film ini, untuk melihat secara langsung bagaimana perjuangan Wiji Tukhul,” ujar Sukis Koordinator Ikohi Jatim di Kantor KontraS Surabaya, Rabu (18/1/2017).

Pada pemutaran perdana film ini di XXI Tunjungan Plaza besok, Kamis (19/1/2017), Ikohi dan Kontras juga akan membagikan buku saku berisi puisi-puisi Wiji Tukhul kepada penonton.

Fatkhul Khoir Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya mengatakan, film ini untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa selain Wiji Tukhul ada 12 orang lain yang hilang dalam peristiwa 1998.

“Selama ini kan publik gampang lupa peristiwa. Saya kira generasi yang lahir 2000 mungkin belum tahu. Pesannya tidak hanya soal Wiji Tukhul-nya saja, tapi ada 13 orang yang sampai saat ini belum ditemukan,” ujarnya.

Selain mengingatkan masyarakat, menurutnya, film ini juga mengajak pemerintah untuk tidak melupakan penghilangan paksa aktivis dalam rangkaian peristiwa reformasi 1998.

“Film ini juga untuk mengingatkan pemerintah akan janji Presiden (Joko Widodo/Jokowi). Kenapa kalau suka puisinya, tidak segera melakukan pencarian atau membentuk tim untuk mencari 13 aktivis itu?” ujarnya.

Jokowi Presiden, kata Fatkhul Khoir, pernah menyatakan bahwa dirinya menggemari puisi-puisi Wiji Tukhul. Fatkhul berharap, Presiden tidak hanya menggemari, tapi juga melakukan tindakan penyelesaian kasus ini.

“Saya pikir Jokowi tidak punya beban masa lalu. Karena saat penculikan paksa itu, dia belum menjabat,” katanya.

Satu di antara aktivis yang hilang pada masa reformasi bersama Wiji Tukhul adalah Petrus Bima Anugerah (Bimo Petrus) aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) dari Universitas Airlangga Surabaya.

Dyonisius Utomo Rahardjo ayah Bimo Petrus mengatakan sudah ikhlas. Tapi dia masih berharap, pemerintah Jokowi Presiden menuntaskan kasus penghilangan paksa para aktivis 1998.

Utomo yang pernah menjadi ketua IKOHI mengingat kembali, bagaimana dia pernah bertemu langsung dengan Jokowi Presiden saat masih menjadi Calon Presiden.

“Pada waktu pencapresan Jokowi, saya sempat difasilitasi teman-teman bertemu Jokowi di Jakarta. Saat itu ada jawaban jokowi, “kalau hilang, ya dicari.” Itu adalah jawaban yang tidak mengambang, menyejukkan,” ujarnya.(den/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs