Dua orang anggota DPR RI, Akbar Faisal dan Djamal Aziz disebut menekan Miryam Haryani waktu menjalani proses pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus korupsi pengadaan proyek KTP Elektronik.
Keterangan itu disampaikan Elza Syarief yang menjadi saksi bersama Anton Taufik, di Pengadilan Tipikor Jakarta atas kasus keterangan palsu dalam persidangan, dengan terdakwa Miryam Haryani, Senin (21/8/2017).
Sebelumnya, Jaksa KPK membacakan BAP Elza yang menceritakan adanya pertemuan antara Miryam dengan Setya Novanto dan beberapa anggota DPR, sebelum Miryam bersaksi dalam kasus KTP Elektronik.
Pada pertemuan itu, menurut keterangan Elza, Miryam merasa diadili dan dicap sebagai pengkhianat karena memberikan keterangan soal aliran uang yang dinilai merugikan beberapa anggota DPR.
Lalu, Setya Novanto, Chairuman Harahap, Akbar Faisal, Markus Nari dan Djamal Aziz meminta supaya Miryam mencabut BAP kasus korupsi KTP Elektronik.
“Seingat saya yang pernah marah dengan Bu Yani (Miryam Haryani) itu Akbar Faisal dan Djamal Aziz, karena Bu Yani mengaku tidak pernah terima uang dari Markus Nari, melainkan dari Akbar Faisal dan Djamal Aziz. Tapi, kedua anggota DPR itu tidak mau disebut namanya,” ucap Elza di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/8/2017).
Seperti diketahui, tanggal 5 April 2017, KPK menetapkan Miryam Haryani sebagai tersangka pemberi keterangan palsu di persidangan perkara dugaan korupsi KTP Elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
Penetapan status itu, karena waktu bersaksi di Pengadilan Tipikor, Miryam membantah semua keterangan yang tercatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP), dengan alasan mendapat tekanan dari Penyidik KPK.
Padahal, sebelumnya dia memberikan keterangan detail soal penerimaan uang dari pihak Kementerian Dalam Negeri dan pihak swasta, yang kemudian dibagikan ke sejumlah anggota DPR periode 2009-2014.
Atas perbuatan yang disangkakan, Miryam Haryani dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP, dengan ancaman hukuman 3 sampai 12 tahun penjara. (rid/dwi)