Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terdakwa kasus dugaan penodaan agama dengan pidana penjara 2 tahun dan harus menjalani tahanan.
Majelis hakim yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto menilai, Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama.
Vonis hakim itu lebih tinggi atau ultra petita dari tuntutan jaksa yang cuma menuntut pidana percobaan.
Menurut hakim, Ahok memenuhi unsur dengan sengaja menghina kitab suci Al Quran. Dari rekaman video yang diputar di persidangan, tidak terlihat ada upaya terdakwa menghindari pengucapan simbol keagamaan yang berkonotasi negatif.
Pengadilan tidak sependapat dengan penuntut umum dan penasihat hukum, soal Buni Yani yang mengunggah video pidato Ahok mengucapkan kata Dibodohi Pakai Surat Al Maidah ayat 51, sehingga menimbulkan keresahan masyarakat.
Selain itu, majelis hakim juga tidak sependapat dengan keputusan jaksa menggunakan Pasal 156 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tuntutan pidana percobaan.
Majelis hakim juga tidak sependapat dengan penasihat hukum terdakwa, yang menyebut kasus ini terkait pilkada. Menurut majelis hakim, kasus ini murni pidana penodaan agama.
“Pengadilan tidak sependapat dengan pembelaan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa kalau kasus ini terkait Pilkada DKI, karena ini murni penodaan agama,” kata Dwiarso Budi Santiarto di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).
Dalam persidangan, pengadilan tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik alasan pembenar maupun pemaaf. Maka dari itu, terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dengan pertimbangan terdakwa mampu bertanggungjawab, maka pengadilan menyatakan Ahok harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.
Sebelum memvonis, hakim menyampaikan beberapa hal yang memberatkan terdakwa, yaitu tidak merasa bersalah, menimbulkan keresahan masyarakat dan mencederai Umat Islam, serta dapat memecah kerukunan antarumat beragama dan antargolongan.
Sedangkan keadaan yang meringankan, antara lain terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan dan kooperatif selama mengikuti proses persidangan
“Memperhatikan Pasal 156a huruf A KUHP dan pasal-pasal dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 serta ketentuan lain yang bersangkutan, mengadili terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama, dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Atas vonis majelis hakim ini, Ahok dan tim penasihat hukumnya menyatakan bakal mengajukan banding. Sementara itu, tim jaksa penuntut umum menghormati putusan majelis hakim dan pikir-pikir untuk mengambil langkah hukum selanjutnya.
Seperti diketahui, Ahok harus berurusan dengan hukum karena mengaitkan Surat Al Maidah ayat 51 dengan Pilkada, waktu pidato di Kepulauan Seribu, 27 September 2016.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Ahok dengan dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156a huruf A KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Dan, Pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara.
Pada persidangan tanggal 20 April 2017, Tim Jaksa menuntut Ahok dengan Pasal 156 KUHP, karena dinilai bersalah melakukan tindak pidana di muka umum, dengan menyatakan perasaan permusuhan atau penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia.
Atas pertimbangan itu, Tim Jaksa yang dipimpin Ali Mukartono meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun buat Ahok. (rid/dwi)