Ketika anak-anak, atau orang dewasa sekalipun terpapar game, ada karakter positif dan negatif yang disadari ataupun tidak terbentuk.
“Ketika digunakan tepat untuk anak, ada karakter positif yang terbentuk, positif dan negatif. Positifnya, pertama membuat anak memiliki keingintahuan yang besar,” ujar Firesta Farizal MPsi ahli psikologi anak dalam acara peluncuran Game Anak Sholeh, di Jakarta, Rabu (20/9/2017) seperti dilansir Antara.
Efek positif lain, disiplin dan bertanggung jawab pada aturan yang sudah disepakati, serta berkembangnya nilai-nilai positif yang terpengaruh dari konten game.
“Misalnya tentang kejujuran, bertanggung jawab, menghargai orang lain, mau membantu orangtua dan peduli terhadap lingkungan,” tutur Farizal.
Dia mengatakan efek ini, tentu saja terjadi bila orangtua terlibat mendampingi anak.
“Orangtua terlibat. Kalau orangtua tahu anaknya main apa, ngobrolnya bisa makin banyak dan panjang. Orangtua perlu juga belajar memahami gawai dan mendampingi anak saat menggunakan gawai,” kata dia.
Namun, bayang-bayang karakter negatif juga bisa menyerang anak, misalnya membuat anak cenderung ingin sesuatu yang mudah dan cepat.
“Mereka cenderung mudah menyerah dengan sesuatu yang butuh “usaha” lebih. Kalau bermain puzzle dibutuhkan penekanan-penekanan, kalau di gadget tinggal geser-geser layar,” kata dia.
Selain itu, anak berisiko kurang peka terhadap apa yang terjadi di sekitarnya, karena terlalu terpaku pada screen dan game yang mereka mainkan.
Karakter negatif lainnya adalah berkembangnya nilai-nilai negatif yang terpengaruh dari konten game.
“Ada risiko muncul materi tidak pantas untuk anak, risiko perundungan siber, pengembangan nilai tidak sesuai misal game berantem-berantem terus, muncul agresivitas, nilai komersialisme dan konsumerisme,” kata dia.
Dia menyarankan selain mendampingi, orangtua juga perli memaksimalkan penggunaan children-mode, restricted-mode dan filter pada gawai untuk meminimalisir efek negatif game. (ant/dwi/rst)