Rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komusi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), kembali digulirkan DPR.
Sejumlah substansi seperti perlunya Dewan Pengawas yang dipilih DPR dan izin penyadapan adalah beberapa yang menonjol dalam wacana revisi ini.
Tapi, DPR sekarang masih meminta tanggapan masyarakat, khususnya ke kampus-kampus, soal perlu atau tidaknya revisi Undang-undang KPK dilakukan.
“Undang-undang apa saja yang akan dibahas, pasti kami sosialisasikan kepada masyarakat, bukan cuma revisi UU KPK. Jadi, DPR minta masukan masyarakat, apakah revisi itu sudah tepat dilakukan atau belum,” ujar Agus Hermanto Wakil Ketua DPR, Senin (13/3/2017), di Gedung Parlemen, Senayan.
Agus juga menegaskan, wacana revisi ini tidak ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik yang sudah masuk persidangan.
“Momentum revisi kan bisa kapan saja dilakukan. Jadi, ini tidak ada kaitannya dengan kasus KTP Elektronik,” kata politisi Partai Demokrat itu.
Seperti diketahui, wacana revisi Undang-undang KPK sudah digulirkan DPR dari bulan Oktober tahun 2010 silam. Tapi, pembahasannya berhenti tahun 2012.
Pada tahun 2015, revisi Undang-undang KPK masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Dan, pada 1 Februari 2016, revisi Undang-undang KPK mulai dibahas di Badan Legislasi DPR.
Sebelumnya, Febri Diansyah Juru Bicara KPK meminta ketegasan DPR, apakah wacana itu memang usulan lembaga, atau cuma sekelompok anggota DPR.
Febri juga berharap, DPR tidak memaksakan revisi yang berpotensi melemahkan KPK. (rid/dwi)