Hidung manusia adalah ciri paling khas, apakah itu besar, kecil, lebar, sempit, atau di antara keduanya.
Para ilmuwan sekarang mengendus beberapa faktor yang mendorong evolusi hidung manusia.
Para peneliti pada Kamis (16/3/2017) mengemukakan satu studi menggunakan gambar tiga dimensi ratusan orang keturunan Asia Timur, Asia Selatan, Afrika Barat dan Eropa Utara yang mengindikasikan iklim lokal, khususnya temperatur dan kelembaban, memainkan peran kunci dalam menentukan bentuk hidung.
Hidung yang lebih lebar lebih umum pada orang-orang dari daerah dengan iklim hangat dan lembab menurut temuan mereka. Hidung yang lebih sempit lebih umum pada mereka yang berasal dari daerah dengan iklim dingin dan kering.
Fungsi hidung utamanya untuk bernafas dan membaui. Ada lendir dan kapiler darah di dalam hidung yang membantu menghangatkan dan melembabkan udara yang dihisap sebelum mencapai bagian-bagian sensitif dari saluran pernafasan.
Memiliki nasal lebih sempit bisa membantu meningkatkan kontak antara udara yang dihisap dan jaringan di dalam hidung yang membawa kelembaban dan panas, kata Arslan Zaidi ahli genetik Penn State University, penulis utama studi yang terbit di jurnal PLOS Genetics.
“Ini mungkin memberikan manfaat di iklim yang lebih dingin. Di iklim yang lebih hangat, sisi lainnya mungkin benar,” kata Zaidi sebagaimana dikutip Antara Jumat (17/3/2017).
Spesies kita muncul di Afrika sekitar 200.000 tahun lalu dan kemudian bermigrasi ke bagian-bagian lain di dunia.
Para peneliti mengatakan orang dengan lubang hidung lebih sempit mungkin lebih baik dan menghasilkan lebih banyak keturunan dibandingkan mereka yang memiliki lubang hidung lebih lebar di daerah lebih dingin dan lebih kering.
Temuan itu secara umum mendukung apa yang disebut aturan Thomson, yang diformulasikan oleh ahli anatomi dan antropologi Inggris Arthur Thomson (1858-1935), bahwa orang dari daerah iklim dingin dan kering cenderung punya hidung yang lebih panjang dan lebih ramping ketimbang orang-orang dari daerah beriklim hangat dan lembab.
Zaidi mengatakan bukti paling berharga sehubungan dengan aturan Thomson datang dari pengukuran tengkorak, sementara studi ini memperluasnya dengan melakukan analisis eksternal bentuk hidung.
Para peneliti mempelajari lebar hidung, lebar lubang hidung, tinggi hidung, panjang punggung hidung, ujung tonjolan hidung, area permukaan eksternal dan total area lubang hidung.
“Yang kami uji hipoteiss yang sangat sederhana mengenai hidung, yang tampaknya punya sejarah evolusi kompleks. Banyak yang tidak kita ketahui,” kata Zaidi, mengutip perlunya meneliti gen-gen di balik bentuk hidung.
“Orang bisa membayangkan bagaimana perbedaan budaya dalam kecantikan bisa mengarah ke beberapa perbedaan hidung di antara populasi. Sebagai contoh, apakah hidung yang lebih lebar dianggap lebih menarik dalam populasi relatif terhadap yang lain?” katanya sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.(ant/ana/tok)