Peta foto udara Pemkot Surabaya yang dikerjakan selama 2016 lalu menghabiskan dana Rp7 miliar. Saat pengambilan foto, tim Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (Cipta Karya) terbang dengan pesawat kecil.
“Kita proses pakai pesawat kecil. Saya enggak berani. Pak Kartiko itu yang naik. Jadi kalau misalnya ada apa-apa biar anak buah saya dulu,” kata Ery Cahyadi Kepala Dinas Cipta Karya Kota Surabaya, Kamis (26/1/2017).
Kartiko Kasie Tata Ruang dan Pemetaan Dinas Cipta Karya yang turut mengambil gambar di udara setidaknya terbang dengan pesawat kecil itu dua kali sehari untuk mengejar target penyelesaian foto.
“Kita proses pengambilan gambar ini mulai bulan Mei sampai Juni. Aslinya saya ya agak gimana gitu, tapi ya gimana lagi,” ujarnya kepada suarasurabaya.net lalu tertawa.
Menurut Kartiko, kendala pengambilan gambar di atas pesawat kecil itu adalah cuaca. Bila cuaca buruk, otomatis kegiatan pengambilan gambar tidak bisa dilakukan.
“Ditambah lagi, ternyata pilot juga ada jatah off terbang. Ya, paling tidak, saya bolak-balik naik pesawat itu antara 30 sampai 40 kali,” ujarnya.
Kenapa harus dengan pesawat? Ery Cahyadi mengatakan, karena dengan pesawat maka ketinggian bisa diukur. Sementara drone belum bisa mencapai ketinggian itu secara stabil.
“Kami dalam melakukan pengambilan sudah berkonsultasi dengan Badan Informasi Geofisika (BIG) juga dengan perguruan tinggi. Ketinggian yang ideal 750 meter,” katanya.
Ketinggian itu, kata Ery, adalah jarak ideal untuk mendapatkan hasil gambar tiga dimensi dengan jelas dan teliti. Bila lebih tinggi gambarnya akan kurang jelas, kalau lebih rendah, jangkauannya akan terbatas.
Pemkot mengklaim bahwa foto udara ini merupakan yang pertama kali di Indonesia yang telah disahkan oleh BIG. Foto yang menjadi bahan dasar pembuatan peta ini ditujukan untuk menjadi rujukan tidak hanya oleh Pemkot dan masyarakat Surabaya, tapi juga bisa dimanfaatkan oleh investor. (den)
NOW ON AIR SSFM 100
