Kemacetan yang terjadi di Surabaya dengan berbagai penyebabnya, tetap bermuara pada masalah orientasi transportasi masyarakat Surabaya.
Jumlah pengguna kendaraan pribadi di Surabaya tidak pernah berkurang, malah cenderung bertambah. Sementara, jumlah pertumbuhan kendaraan pribadi ini tidak sebanding dengan penambahan atau pelebaran jalan baru di Surabaya.
Hal itu disampaikan oleh Irvan Wahyu Drajat Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya dalam kunjungan Tim Suara Surabaya Media beberapa waktu lalu.
Karena inilah, pengembangan transportasi di Surabaya oleh Pemerintah Kota lebih pada konsep Transit oriented development.
“Pengembangan transportasi nanti berbasis transportasi massal,” kata Kepala Dishub Surabaya.
Gambaran ke depan, di Surabaya akan terdapat kluster-kluster angkutan orang yang terintegrasi dengan berbagai fasilitas pendukungnya.
Park and ride merupakan salah satu sarana yang sedang disiapkan untuk mendukung konsep ini. Satu yang telah berfungsi saat ini adalah di Mayjend Sungkono.
Tidak hanya sebagai gedung parkir kendaraan pribadi, pada saatnya nanti, park and ride akan menjadi lokasi transit angkutan massal terintegrasi.
“Untuk sementara ini, tujuan park and ride untuk mengubah parkir menjadi off street. Karena retribusi parkir ini tidak sepadan dengan kemacetan yang disebabkan,” ujarnya.
Tahun ini, ada beberapa proyek pembangunan park and ride yang akan dilakukan oleh Pemkot Surabaya di beberapa lokasi lain selain Jalan Mayjend Sungkono.
Pemkot Surabaya juga terus menyiapkan fasilitas pendukung lain. Di antaranya pedestrian.
“Fungsi pedestrian saat ini mungkin memang belum terasa. Tapi pada saat angkutan massal sudah siap, pedestrian ini akan sangat bermanfaat,” ujarnya.
Hingga akhir 2016, total panjang pedestrian yang telah terbangun di Surabaya sepanjang 47.796 Meter.
Pemkot masih akan membangun sejumlah pedestrian yang terintegrasi dengan saluran pembuangan air di beberapa kawasan rawan genangan.
Adapun transportasi massal yang sedang disiapkan oleh Pemkot Surabaya, satu diantaranya adalah trem sebagai bagian dari angkutan massal cepat di Surabaya.
Sampai saat ini, Pemkot Surabaya bersama pemerintah pusat masih mematangkan porsi pembiayaan pembangunan trem di Surabaya.
Selain itu, Pemkot juga akan mengembangkan angkutan feeder dan trunk agar warga Surabaya bisa memanfaatkannya untuk bepergian ke berbagai wilayah di Surabaya dengan rute yang tertata rapi.
Saat ini, Dishub juga sedang melakukan evaluasi trayek angkutan umum lyn di Surabaya serta mengajak para pengelola lyn agar mau berbenah.
Salah satu yang sedang digenjot, mengajak pemilik angkutan umum lyn bersedia bergabung dalam badan hukum koperasi agar Pemkot Surabaya lebih mudah memberikan subsidi.
Pemkot Surabaya, kata Irvan, bersedia memberikan subsidi untuk peremajaan angkutan maupun penataan trayek angkutan di Surabaya, asalkan para pemilik angkutan ini sudah berbadan hukum.
Tidak hanya itu, sistem perparkiran di Surabaya juga sedang ditata. Mulai dari penerapan mesin parkir meter yang saat ini masih diuji coba di kawasan Balai Kota Surabaya.
Mesin parkir meter ini, kata Irvan, untuk mendukung penerapan parkir zona di Surabaya, yang mana lokasi parkir yang rawan menyebabkan kemacetan, akan bertarif lebih mahal dari lokasi lainnya.
Tujuan penerapan parkir zona memang untuk membatasi pengguna parkir di lokasi tertentu demi menekan kemacetan yang terjadi di sekitarnya.
Sebagaimana yang seringkali Irvan katakan, kerugian akibat pembengkakan biaya operasional kendaraan warga Surabaya akibat kemacetan, sudah sangat luar biasa.
“Bulan depan, kami akan menerapkan parkir progresif,” kata Irvan. Parkir progresif bertujuan agar pengguna jasa parkir memperhitungkan waktu parkir dengan kegiatannya di lokasi tertentu.
Penerapan parkir progresif ini juga untuk memenuhi azas keadilan bagi petugas parkir. Sebab, selama ini, kendaraan yang parkir dalam waktu satu jam dengan yang lima jam, tarifnya sama.
Saat semua rencana di atas sudah tertata rapi, Irvan mengatakan, Pemkot akan menerapkan road pricing (jalan berbayar) di beberapa lokasi jalan raya yang rawan kemacetan.
Dia membenarkan, tujuan penerapan konsep di atas, mrmang untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi di jalan raya di Surabaya.
Infrastruktur jalan di Surabaya juga sedang disiapkan untuk memisahkan kendaraan pribadi dan angkutan umum dengan angkutan barang.
Untuk ini, Pemkot Surabaya sedang menggenjot pembangunan dan penyelesaian inner ring road dan outter ring road.
Sebab menurut Irvan, satu diantara penyebab utama kemacetan di Surabaya adalah melintasnya kendaraan angkutan orang dan angkutan barang di jalan yang sama.
Dishub Surabaya, kata Irvan, juga terus menyempurnakan Surabaya Intelligent Traffic System (SITS).
Pada saatnya nanti, kata Irvan, seluruh ruas jalan di Surabaya, termasuk transportasi massal dan transportasi barang akan terpantau melalui SITS.
“Masterplan ACTS (adaptive traffic control system) pada 2010, sebagai cikal bakal SITS, memang untuk menggabungkan informasi angkutan massal dan jalan tol,” kata Irvan.
Irvan mengakui, bila dibandingkan dengan sistem di Negara Jepang masih jauh. Namun, setidaknya, saat ini SITS telah menjadi pusat integrasi informasi transportasi di Surabaya.
Melalui SITS, waktu hijau lampu lalu lintas (TL) di Surabaya bisa diatur secara otomatis menyesuaikan kepadatan kendaraan.
“Satu simpang, ketika green time tidak sesuai, terjadi antrean. Nah dengan sensor kamera CCTV ini, waktu hijau bisa disesuaikan secara otomatis,” ujar Irvan.
Irvan mengklaim, penerapan SITS di Surabaya saat ini telah mampu menghemat bahan bakar hingga 20 persen biaya perjalanan, dikali sekian mobil.
“Menurut kami, itu sudah luar biasa,” katanya.(den/rst)