Terlepas dari asalnya dalam tradisi pagan dan Nasrani, perayaan Halloween pada masa modern Amerika sering kali murni perayaan sekuler yang diwarnai dengan kostum hantu dan permen, serta si labu Jack O`Lantern.
Faktanya salah satu aspek liburan yang tampak remeh ini punya masa lalu yang religius.
Orang-orang Kristen pada abad pertengahan punya tradisi melakukan perayaan itu pada Hallowtide, malam All Saints` Day. Pada saat itu orang-orang miskin mengunjungi rumah orang-orang kaya dan menawarkan doa bagi anggota keluarga yang baru meninggal dunia.
Dengan lebih banyak doa, jiwa diyakini akan lebih selamat, jelas ahli sejarah Nicholas Rogers, penulis Halloween: From Pagan Ritual to Party Night. Sebagai bentuk penghargaan, orang-orang kaya memberi orang miskin makanan dan bir.
Fakta lainnya, banyak kostum Halloween inspirasinya berasal dari ritual yang sama. Misalnya, sering kali pengunjung akan datang memegang lentera yang dibuat dari lobak yang dilubangi dengan lilin di dalamnya, yang merepresentasikan jiwa dalam api penyucian.
Mereka mengadakan misa agar jiwa-jiwa tersebut tidak merasa diabaikan sehingga menghantui orang-orang yang masih hidup.
Sejarawan abad pertengahan Inggris bernama John Stow melaporkan bahwa kostum samaran dan topeng, dan kadang grup kur berdandan dengan kostum calon pengantin, menggambarkan pernikahan yang akan menghasilkan lebih banyak kelahiran untuk menambah populasi orang Kristen.
Tetapi, setelah Reformasi Protestan gagasan menyelamatkan jiwa dengan cara ini mulai tidak populer.
Namun beberapa penganut Katolik masih melakukan kunjungan dari rumah ke rumah pada malam All Saints` Day.
Tahun 1840an, gelombang imigran Irlandia dan Skotlandia membawa tradisi itu ke Amerika Serikat.
Orang-orang muda berdansa di luar rumah sewaan sebagai balasan atas hadiah yang mereka terima, lalu berkembang menjadi acara pesta dan minum-minum di jalan dan bar.
Kostum-kostum dibuat dari baju lama, wajah diwarnai dengan penyumbat minuman yang dibakar, sementara permainanannya meliputi saling memukul dengan kantung berisi tepung dan memasukkan kubis ke cerobong asap.
Orang Katolik Irlandia menghadapi prasangka dari kekuatan penduduk asli di tanah baru mereka, perayaan ini akhirnya terlepas dari ritual agama dan menjadi budaya populer.
Ketika para imigran mulai berasimilasi, temuan dokumen koran melaporkan kostum menjadi tren di kalangan siswa abad 19.
Awal 1900an, sekolah dan klub populer mulai mengadakan pesta Halloween, dan sejak itu muncul buku panduan untuk menyelenggarakan perayaan semacam itu.
Tahun 1930an, Amerika Utara punya istilah baru untuk tradisi lama itu: trick-or-treating.
Dan saat suburbanisasi tumbuh tahun 1950an, Trick or Treat berkembang menjadi jamuan bagi anak-anak seperti yang dikenal saat ini, demikian menurut artikel yang disiarkan laman Time. (ant/dwi)