Empat orang anggota tim teknis KTP Elektronik mengaku pernah menerima sejumlah uang, waktu proyek beranggaran Rp5,9 triliun dalam proses pengadaan.
Pengakuan itu disampaikan Tri Sampurno, Gembong Satrio Wibowanto, Arief Sartono dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Saiful Akbar dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Gembong Satrio dan Arif Sartono mengatakan menerima uang Rp300-500 ribu setiap kali ikut rapat.
Uang itu disebut sebagai pengganti transport, dan ada juga uang lembur dari Sugiharto yang waktu itu menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil, mulai dari Rp2-10 juta.
Sementara itu, Tri Sampurno mengaku mendapat gaji bulanan Rp2 juta dan uang lembur mulai Rp3-7 juta, selama terlibat membahas proyek KTP Elektronik dari pertengahan 2009 sampai tahun 2012.
Bahkan, dia bercerita pernah menerima uang 20 ribu Dollar AS dari Johanes Marliem Direktur PT.Biomorf, waktu mau mengikuti konferensi biometrik di Amerika Serikat, sekitar September 2012.
“Saya satu minggu di Amerika Serikat, dan semua biaya seperti tiket dan akomodasi ditanggung Johanes Marliem. Saya juga pernah menerima uang tunai 20 ribu Dollar AS dari pegawainya Pak Johanes Marliem di Bandara Soekarno-Hatta sebelum berangkat,” ujarnya di ruang sidang, Kamis (13/4/2017).
Tapi, lanjut Tri, dia tidak mau menerima uang itu karena merasa tidak berhak menerima selain dari Kementerian Dalam Negeri.
“Makanya uang 20 ribu Dollar AS itu semuanya saya berikan ke Husni Fahmi (staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT), di dalam pesawat,” tegasnya.
Sekadar diketahui, anggota tim teknis punya tanggung jawab yang berbeda, seperti komunikasi data, penyedia chip, sampai layanan pengendalian pendukung proyek KTP Elektronik.
Tim teknis juga berwenang menilai dan menentukan mana konsorsium yang memenuhi syarat sebagai pelaksana serta pemenang lelang proyek KTP Elektronik.
Seperti diketahui, proyek pengadaan KTP Elektronik disepakati Pemerintah dan DPR dengan kontrak tahun jamak senilai Rp5,9 triliun.
Dalam pelaksanaannya, disinyalir ada penyimpangan yang merugikan keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun.
Selain itu, diketahui ada indikasi keterlibatan politisi DPR, pejabat Kementerian Dalam Negeri dan pihak swasta.
Sekitar 3 tahun mengusut kasus dugaan korupsi KTP Elektronik, KPK baru menetapkan empat orang tersangka.
Dua di antaranya, Irman dan Sugiharto sudah menjadi terdakwa. Sedangkan Andi Agustinus dan Miryam Haryani masih dalam proses penyidikan.(rid/dwi/ipg)