Tim Indonesia Automatic Finger Print Identification Center (INAFIS) Satreskrim Polrestabes Surabaya telah menangani dua kali kasus gantung diri yang diduga karena orientasi seksual menyimpang yakni Auto-Erotic Asphyxiation. Pertama kejadian menimpa seorang laki-laki di Tenggilis pada tahun 2006 dan yang terbaru gantung diri remaja di Wiguna Timur, Gunung Anyar Surabaya.
Aiptu Pudji Harjanto Paur INAFIS Polrestabes Surabaya mengatakan, kasus gantung diri yang dialami PAR remaja 17 tahun ini hampir mirip dengan kasus gantung diri seorang pria dewasa pada tahun 2006 silam di Tenggilis. Bedanya, jika kasus kasus di Wiguna menggunakan tali dengan ikatan yang sangat rapi, sementara di Tenggilis 2006 silam menggunakan sarung.
“Kalau yang di Tenggilis tahun 2006 dulu, leher korban diikat dengan kain sarung dalam posisi ketarik ke belakang dihubungkan dengan mata kaki, sehingga posisi tubuh menekuk ke belakang. Posisi korban tengkurap dan tangan kanan masih memegang remote TV dengan kondisi DVD yang memutar film porno dalam kondisi pause,” ujarnya, Sabtu (18/2/2017).
Kejadian 9 tahun lalu itu, kembali terjadi di tahun ini. Pudji mengatakan, setelah PAR ditemukan gantung diri di rumahnya tim INAFIS melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan pemeriksaan jenazah cukup lama. Sekitar 8 jam, Pudji dan timnya menganalisa kasus kematian ini.
“Setelah kami pastikan tidak ada indikasi pembunuhan, kemudian kami fokus pada kasus bunuh diri. Tapi, saya terus penasaran, ini murni bunuh diri atau ada motif lain,” katanya.
Setelah membuka kembali file-file lama kasus bunuh diri dan berdiskusi dengan beberapa dokter forensik, dia kemudian mendapatkan keyakinan ada yang tidak lazim dari mayat PRA yang terbelit banyak ikatan di tubuh.
Pudji bersama tim kemudian meneliti tali pramuka yang diikatkan rapi di tubuh korban. Mulai di atas lutut, pangkal paha, di alat kelamin, di tangan kiri dan yang terakhir di leher. Cara mengikatkan sangat rapi, tidak ada tali yang tersisa dari lilitan.
“Kami menganalisa, anak ini sudah ahli di bidang tali-temali. Asumsinya apakah karena cerdas atau sudah sering melakukan? Setiap ikatan diawali simpul mati dan diakhiri simpul hidup. Khusus yang di pangkal paha, sangat rapi dililitkan rangkap seperti celana dalam,” katanya.
Dari struktur tali dan juga kondisi jenazah yang meninggal kekurangan oksigen dan aliran darah dalam otak maka ada dugaan korban tengah menjalani aktifitas seksual menyimpang atau Auto-Erotic Asphyxiation. Orientasi seksual jenis ini cenderung menyiksa diri untuk kepuasan seksual.
“Kami mendapat masukan dari dokter-dokter forensik, jika kematian korban bukanlah tujuan. Tapi ini dalam rangka melakukan aktifitas seksual estrem yang kebablasan,” katanya.
Aktifitas eksplorasi seksual ini bisa dilakukan dengan cara penggantungan, penjeratan, dan menggunakan plastic bag di kepala, untuk mengurangi oksigen. Dalam istilah dunia medis, Auto-Erotic Asphyxiation (AEA) adalah proses mengurangi atau menghentikan sendiri suplai darah ke otak, ketika mengekplorasi seksual untuk mencapai orgasme. Dengan mengurangi aliran darah dan oksigen, dapat memperhebat rangsangan, menimbulkan sensasi melayang atau gembira yang meningkatkan kenikmatan orgasme.
“Ini kejadian langka, kami akan mengkajinya secara ilmu forensik,” kata polisi yang tengah menempuh S2 di Ilmu Forensik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.
Sekadar diketahui, PAR ditemukan gantung diri di rumahnya pada pukul 13.00 WIB Kamis (16/2/2017). Kasus bunuh diri ini juga dipersiapkan rapi oleh PAR dengan menutup semua pintu rumah dan jendela. Korban merupakan pelajar di salah satu SMA swasta di Surabaya. (bid/ipg)