Sabtu, 23 November 2024

Ada 21 Perkara Tender Konstruksi di Jatim yang Ditangani KPPU

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi

Aru Armando Kepala Kantor Perwakilan Daerah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Surabaya mengatakan, meski sudah ada e-Procurement, perkara yang ditangani KPPU tetap dominan pengadaan barang dan jasa.

“Kami tetap menemukan, modus-modus mereka (pelaku usaha) semakin canggih,” ujarnya, Rabu (7/6/2017).

Sesuai data KPPU Pusat, laporan masyarakat soal persaingan usaha yang ditangani KPPU sejak tahun 2000 silam, 73 persen diantaranya adalah perkara tender.

“Kalau dilihat lagi dari sektor industri pelaku usaha terlapor, yang dominan adalah sektor konstruksi. Itu secara nasional ya. Terlapor ada sebagian pengusaha swasta maupun BUMN,” katanya.

Adapun peringkat perkara tender berdasarkan wilayah yang ditangani KPPU, paling banyak berada di DKI Jakarta sebanyak 49 perkara. Selanjutnya di Sumatra utara, dan di Jawa Timur.

“Di Jatim ini ada 21 perkara. Untuk sektor konstruksi, macam-macam. Baik tender konstruksi jalan dan sebagainya,” ujar Aru.

Perkara yang paling anyar ditangani oleh KPPU di Jawa Timur adalah perkara pengadaan lampu penerangan jalan umum (PJU) di Sidoarjo dengan nominal nilai tender Rp54 Miliar. Aru mengatakan, Kepala Dinas terkait di Pemkab Sidoarjo juga menjadi terlapor.

“Tergantung nanti, kalau memang ada indikasi tindak pidana korupsi maka kami akan rekomendasikan ke penyidik. Bisa ke Polisi, Kejaksaan Agung, maupun KPK. Kami sudah ada MoU dengan ketiganya,” katanya.

Indikasi praktik pelanggaran persaingan usaha dalam perkara tender ini dapat dibagi menjadi tiga jenis persekongkolan. Baik antarpelaku usaha atau panitia.

“Pertama, persengkokolan horisontal, yakni antarpeserta tender. Vertikal, antara peserta dengan PPK, KPA maupun PA (panitia tender di pemerintah, hingga bupati/wali kota/gubernur). Atau campuran, baik horisontal dan vertikal,” katanya.

KPPU, bila telah menemukan adanya unsur pelanggaran, serta ada bukti pelanggaran, akan menerapkan sanksi administratif. Yakni denda minimal Rp1 miliar maksimal Rp25 miliar.

“Nah, kalau kami temukan ada indikasi tindak pidana korupsi, kami akan rekomendasikan kepada penyidik. Seperti kasus e-KTP yang kami putuskan pada 2012 lalu yang sekarang ditangani oleh​ KPK,” ujarnya.(den/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs