PT Lapindo Brantas mengklaim pengeboran baru di Tanggulangin 1 dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gas bumi untuk masyarakat Sidoarjo dan Surabaya. Namun, pipa gas yang terpasang di rumah-rumah warga di sekitar empat desa di Tanggulangin ternyata sudah lebih dari 2 tahun belum jalan.
“Pipa sudah tersambung, tapi gasnya tidak jalan,” kata Adrul Chodim salah satu Ketua RT Desa Putat, ketika ditemui suarasurabaya.net, Sabtu (9/1/2016).
Padahal, kata dia, beberapa titik pengeboran gas di sekitar desanya sudah bisa menghasilkan gas. Apalagi, tiap hari banyak kendaraan pengangkut gas yang juga hilir mudik di kawasan itu.
“Kalau dulu pakai trailer ada yang ukuran 40 feet sama 60 feet. Jumlahnya sekitar 30 trailer tiap hari. Tapi kalau sekarang pakai truk tangki berukuran 1 meter setengah. Kurang lebih ada 40 lebih truk yang jalan setiap harinya,” kata dia.
Sepengetahuan Chodim, titik-titik pengeboran milik PT. Lapindo Brantas ada di 4 desa. Yaitu desa Kedungbanteng 3 titik, desa Kalidawir 2 titik, serta desa Penatar Sewu 3 titik. Dari ketiga desa ini sudah dibor semua. Tapi masih ada 1 desa lagi milik PT. Lapindo yaitu desa Banjarasri yang belum dibor,” ujar dia.
Mendengar rencana pengeboran yang akan dilakukan oleh PT. Lapindo, dirinya mengaku kurang setuju karena masih trauma dengan kejadian di Porong 10 tahun yang lalu.
“Secara pribadi kurang setuju, kuatir kejadian di Porong itu terulang di sini. Kuatir ada bencana yang sama,” katanya.
Sementara itu, terkait aktivitas hilir mudik truk pengangkut gas ini, warga desa Kedungbanteng per rumah diberi ganti rugi debu sebesar Rp115.000. Sementara di desa Banjarasri diberi ganti rugi getar sebesar Rp75.000 beserta sembako.(den/dop)