Belasan warga Lakardowo, Mojokerto kembali berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi. Membawa enam kwintal limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), warga menggelar aksinya dengan berdiri mematung tepat di depan Grahadi.
Dengan mengenakan pakaian putih anti limbah, warga juga membawa beberapa poster diantaranya bertuliskan “Lakardowo darurat limbah B3”.
Selain warga, aksi kali ini juga didukung beberapa tim advokasi diantaranya dari lembaga konservasi lahan basah, Ecoton; kemudian LBH Surabaya; Kelompok Perempuan Peduli Lakardowo; serta Pendowo Bangkit.
“Kami sudah muak karena selama ini pemerintah seolah abai dan tidak peduli dengan nasib warga Lakardowo,” kata Prigi Arisandi, Direktur Ecoton yang juga ikut aksi di Grahadi, Kamis (17/11/2016).
Menurut Prigi, selama ini warga Lakardowo tak pernah mendapatkan tempat untuk mengadu karena semua pihak saling lempar tanggung jawab.
“Pemerintah Mojokerto melempar ke Provinsi, lantas dilempar lagi ke KLHK, semua merasa tidak memiliki kewenangan, seolah-olah kabar ini hoax, padahal warga sudah lima tahun lebih menderita,” kata Prigi.
Dari investigasi yang dilakukan, kata Prigi, 80 persen dari 200 sumur milik warga Lakardowo saat ini tidak bisa lagi dimanfaatkan karena bercampur dengan limbah B3.
“Anak-anak harus mandi dengan air galon karena mereka terserang penyakit kulit jika mandi air sumur,” ujar Prigi.
Prigi mengatakan, timbunan limbah B3 di sekitar Lakardowo mencapai 59 jenis limbah yang berasal dari 1.518 perusahaan. Timbunan limbah ini sudah terjadi sejak tahun 2010 sehingga mencemari tanah dan air warga Lakardowo. (fik/ipg)