Ada yang berbeda dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional kali ini di halaman kantor Kemendikbud Jakarta, Senin (2/5/2016).
Abis Baswedan Menteri Pendidikan dan Kabudayaan menyerukan pada peserta upacara utamanya bagi pejabat esselon I dan II wajib mengenakan pakaian adat atau pakaian daerah masing-masing.
Anis yang ingin menggambarkan suasana Bhinneka Tunggal Ika di dalam upacara ini justru berbalik menjadi bahan tertawaan sehingga mengurangi kekhidmatan upacara ini. Ini karena ada yang memaksakan diri untuk memakai pakaian yang tidak pantas.
Mendikbud sendiri, mengenakan pakaian khas Jawa lengkap dengan slop. Tapi saat bertindak sebagai inspektur upacara justru ditertawakan oleh undangan karena kain jarit yang dikenakan Mendikbud seringkali menjerat kakinya sendiri. Bahkan beberapa kali, kain jarit ini membuat Mendikbud teruyung-uyung karena tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
Demikian juga dengan pejabat esselon I yang lain, baik yang mengenakan pakaian adat Jawa maupun Sumatra juga sering menjadi bahan tertawaan peserta upacara. Karena mereka terkesan tidak terbiasa dan terlalu dipaksakan untuk memakai pakaian adat ini.
Selain itu, Mendikbud saat menyampaikan amanat upacara menyerukan bahwa masa depan bangsa Indonesia tergantung pada sistem dan dunia pendidikan Indonesia itu sendiri.
“Kalau bangsa Indonesia ingin maju, maka pendidikan itu harus maju. Jangan harap bangsa kita ini akan dihargai atau disegani oleh bangsa lain kalau pendidikannya rendah,” kata Mendikbud.
Mendikbud juga menyesalkan, saat upacara berlangsung banyak pegawai dari Kemendikbud yang terlambat datang dan terkunci di luar pagar. Ada sekitar 111 pegawai yang terlambat datang dengan alasan terjebat macet.
Selain itu, dalam upacara peringatan Hardiknas tersebut, Mendikbud juga memberikan penghargaan pada pejabat esselon I Kemendikbud yang cukup lama mengabdi di Kemendikbud. (dwi)