KH Hasyim Muzadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) mengatakan, sudah berbicara dengan Joko widodo Presiden supaya serius dalam menangani kasus dugaan penistaan agama.
Ulama yang dihadirkan sebagai saksi ahli harus ulama yang benar-benar paham dan mengimani Al Quran.
“Jangan ulama jadi-jadian yakni politisi yang disulap jadi ulama. Cara ini tidak menyelesaikan masalah tapi akan menimbulkan masalah baru yang lebih rumit,” kata Hasyim.
Perlunya kehadiran ulama yang paham dan mencintai Al Quran sebab energi Al-Quran hanya bisa dimengerti, dirasakan dan diperjuangkan oleh orang yang memang mengimani Al Quran.
Menurut Hasyim, sangat sulit diterangkan kepada orang yang tidak percaya kepada Al Quran, berpikiran atheis, sekuler dan liberal.
Jangan lagi memahami energi Al Quran, menerima Al Quran pun belum tentu bisa. Sehingga perdebatan antara keimanan kepada Al Quran dan ketidakpercayaan kepada Al Quran hanya akan melahirkan advokasi bertele-tele dan berbagai macam rekayasa.
Secara terpisah KH Ma`ruf Amin Ketua MUI mengimbau para ulama dan rakyat tetap tenang dan berdoa serta tetap menjalin Ukhuwah Islamiyah (sesama aqidah), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air) dan ukhuwah basyariah (solidaritas sosial sesama makhluk Allah).
Jokowi Presiden menghendaki gelar perkara dugaan penistaan agama dilakukan secara terbuka dan berjanji tidak akan mengintervensi proses hukum Ahok.
Gelar perkara dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaya Purnama Gubernur DKI non aktif akan diselenggarakan pada Selasa (15/11/2016) di ruang rapat utama Mabes Polri.
Sebanyak 20 saksi ahil dari berbagai disiplin ilmu dan ulama akan diundang. Gelar perkara ini akan dipimpin Kabareskrim Polri. (jos/dwi)