Turki pada Senin (21/11/2016) waktu setempat mencela rancangan undang-undang yang sedang dibahas di parlemen Israel untuk membatasi volume azan di masjid, menyebutnya “tidak bisa diterima” dan “penghinaan.”
Benjamin Netanyahu Perdana Menteri Israel mendukung rancangan undang-undang tersebut. Jika rancangan itu disetujui, akan berlaku di seluruh Israel dan juga wilayah yang dicaplok, Jerusalem Timur, tempat lebih dari 300.000 warga Palestina tinggal.
Numan Kurtulmus Wakil Perdana Menteri Turki mengatakan, bahwa selama berabad-abad suara azan, lonceng gereja dan doa umat Yahudi berbaur di Yerusalem yang meliputi beragam agama.
“Ini sesuatu yang tidak bisa dikompromikan. Ini benar-benar tidak dapat diterima. Ini penghinaan terhadap budaya, masa lalu dan sejarah Yerusalem. Tidak masuk akal dan bertentangan dengan kebebasan beragama,” kata Kurtulmus Kepala Juru Bicara Pemerintah, sebagaimana dikutip kantor berita AFP dan diilansir Antara.
Rancangan undang-undang itu semula menghadapi tentangan dari oposisi Yahudi ultra-Ortodoks, yang cemas ritual Yahudi juga bisa kena imbas, namun kemudian dihidupkan kembali setelah berbagai upaya dilakukan untuk menghilangkan kekhawatiran mereka.
Ketentuan itu katanya dirancang untuk merespons keluhan warga mengenai kebisingan suara azan dari masjid. Namun teorinya ketentuan itu akan berlaku bagi semua lembaga keagamaan.
Hubungan antara Israel dan Turki terperosok ke titik terendah sepanjang sejarah pada 2010 setelah serangan Israel ke kapal Turki menewaskan 10 aktivis Turki yang menuju ke Gaza.
Namun kedua belah pihak berusaha memulihkan kerja sama ke tingkat semula dan mengadakan pembicaraan mengenai pembangunan proyek jaringan pipa ambisius untuk memompa gas Israel ke Turki dan Eropa.
Awal tahun ini Israel dan Turki akhirnya memperbaiki hubungan yang selama satu tahun mengalami krisis dengan menunjuk duta besar, tapi potensi ketegangan antara kedua negara masih cukup besar.(ant/tit/ipg)