Terdapat tiga aspek yang dapat menyebabkan kegagalan konstruksi Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) menurut Undang Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi.
“Ketiganya adalah perencanaan yang salah, pelaksanaan dan pengawasan dan pemakaian atau fungsional,” papar Iwan Zarkasi Kasubdit Terowongan dan Jembatan Khusus Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR di Jakarta, Senin (26/9/2016).
Iwan menyampaikan, perencanaan yang salah terkait dengan perhitungan sebelum masa pembangunan dimulai, misalnya desain pondasi yang dibangun pada struktur tanah yang belum siap.
Iwan mencontohkan, pembangunan pondasi yang seharusnya dimulai di tanah keras yang penggaliannya sedalam 20 meter, namun pondasi dibangun di atas tanah sedalam 5 meter, sehingga pondasi di bangun di atas tanah yang masih lunak.
“Kalau seperti itu kan jadi konstruksinya tidak kuat,” tukas Iwan, seperti dilansir Antara.
Lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung itu menyampaikan, kegagalan pembangunan JPO kedua yakni pelaksanaan dan pengawasan, seringkali terkait saat pengecoran.
“Saat pengecoran itu harusnya sokongannya kuat eh ini tidak kuat. Jadi, cetakannya bisa ambruk,” ujar Iwan.
Sementara dari aspek pemakaian atau fungsional, jembatan bisa ambruk karena kelebihan beban, yang berasal dari pengguna JPO, maupun papan reklame tambahan.
Terkait kasus ambruknya JPO Pasar Minggu, Iwan memperkirakan, setidaknya terdapat dua aspek yang menyebabkan robohnya jembatan tersebut.
Pertama, karena perencanaan yang salah, artinya pihak pembangun tidak mempertimbangkan adanya beban tambahan dari papan reklame permanen yang dipasang.
Selain itu, aspek pemakaian atau fungsional yang berkaitan dengan angin dan cuaca ekstrem yang terjadi.(ant/iss/ipg)