Sabtu, 23 November 2024

TNI AU Akui Belum Optimal Amankan Perairan Indonesia

Laporan oleh Rindy Suwito
Bagikan

Marsekal TNI Agus Supriatna Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) mengakui belum optimal untuk mengawasi perairan Indonesia yang sangat luas karena minimnya alat utama sistem senjata (Alutsista) yang dimiliki matra udara tersebut.

“Pengawasan laut, jujur belum optimal karena peralatan alutsista yang dimiliki tidak sebanding dengan luas wilayah yang diawasi,” katanya pada Seminar Nasional tentang “Penguatan TNI AU dalam Mendukung Poros Maritim Dunia” di Persada Purnawira Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin, (25/04/2016).

Kasau mengatakan, untuk mengatasi pelanggaran udara dan laut yang dilakukan oleh negara asing, Indonesia masih mengandalkan radar dan pesawat tempur, sementara Indonesia memiliki Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang begitu luas.

“Untuk mendukung poros maritim dunia dengan ALKI I, ALKI II da ALKI III, harus ada kekuatan udara yang bisa cepat hadir dimana saja,” katanya dilansir Antara.

Namun, lanjut Agus untuk menjaga perairan ALKI I yang melingkupi wilayah Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa dan Selat Sunda, paling tidak dibutuhkan empat pesawat untuk melaksanakan operasi pengawasan.

“Kalau kita berpikir ideal, kita bisa membayangkan berapa luas wilayah kita? ALKI I saja sudah luas,” jelasnya.

Adanya tiga ALKI, TNI AU setidaknya membutuhkan sekitar satu skuadron pesawat atau sekitar 12-16 unit pesawat.

Saat ini, Agus mengaku akan menyerahkan sepenuhnya pengadaan pesawat kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan). TNI AU, hanya mengirimkan spesifikasi teknis (spektek) sesuai kebutuhan prajurit matra udara.

Namun, Agus menyebut TNI AU pernah memiliki pesawat tipe amfibi di masa lalu. Pesawat tersebut, bisa digunakan untuk berpatroli dan kebutuhan SAR maupun pemadaman kebakaran hutan.

“Masalah hasilnya pesawatnya apa, nanti tanyakan ke Kemhan. Kalo kita hanya spektek. Kalo kita membutuhkan seperti ini, kebutuhannya seperti ini. Kita pernah punya pesawat amfibi,” jelasnya

Pesawat yang disodorkan pesawat tipe amfibi yang digunakan untuk tugas operasi perang dan non perang. “Pesawat amfibi merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk mendukung tugas TNI dalam operasi perang maupun non perang,” katanya.

TNI AU pernah memiliki pesawat jenis amfibi, namun saat ini alutsista tersebut sudah tidak digunakan lagi. “Sejarah membuktikan pada 1950-1960, kita punya Albatros, Catalina. Digunakan seperti pada SAR Kapal Tampo Mas pada 1980,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Kasau mengatakan, seminar ini akan dianalisa dan didiskusikan kekuatan dan posisi TNI AU, sehingga dapat dilihat batas kekuatannya dalam mendukung tujuan poros maritim dunia.

“Sistem pertahanan maritim mampu menentukan Angkatan Laut yang kuat dan juga perlu kekuatan Angkatan Udara yang kapabel,” Jelas Agus.

Oleh karena itu, TNI AU harus dapat mengkover semua kegiatan-kegiatan naval forces. Dengan seinar ini, nantinya semua peserta dapat menganalisa, dapatkah kekuatan yang ada sekarang ini mendukung atau bagaimana peran TNI AU mewujudkan poros maritim dunia ini?,” tambahnya.

Menurutnya untuk mewujudkan poros maritim dunia, Indonesia juga perlu memperhatikan aspek regional. Di antaranya konflik perbatasan dan isu kedaulatan negara, kepentingan akan sumber daya alam baik sumber daya air, tanah maupun energi juga menyangkut pelanggaran melintasi wilayah udara dan laut NKRI oleh pesawat atau kapal asing di wilayah NKRI. (ant/rdy/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs