Tarman Azzam Ketua Dewan Penasihat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mendesak pemerintah segera menertibkan media online (dalam jaringan) yang belakangan banyak bermunculan di dunia maya.
Keberadaan media online itu dinilai sudah cukup membahayakan. Pasalnya, setiap orang bisa membangun media massa online yang statusnya tidak jelas, tapi minta diakui sebagai media massa.
Untuk menjadi media massa, ada aturan hukum antara laih harus berbadan hukum nasional dan jelas penanggungjawabnya. Sedangkan media sosial dan online tidak perlu, karena siapa saja bisa mendirikan.
Pada praktiknya, media massa online abal-abal itu kerap dipergunakan untuk menghasut, memprovokasi dan menebar kebencian. Kalau ada apa-apa, masyarakat akan menganggap itu pekerjaan wartawan, dan wartawan yang nantinya disalahkan oleh publik.
Menurut Ketua Dewan Penasihat PWI, pernyataan Jokowi Presiden yang mengkritik media massa online abal-abal cukup beralasan.
Media yang seharusnya untuk kemaslahatan publik, telah dipergunakan untuk menebar permusuhan dan ajang pemerasan dengan mengaku sebagai wartawan.
Pejabat di instansi manapun harus hati-hati, jangan beranggapan bahwa yang disampaikan di media online dan disebar lewat media sosial merupakan pekerjaan pers yang diikat oleh Undang-undang dan kode etik jurnalistik.
Bagir Manan Ketua Dewan Pers juga menyoroti semakin bebasnya media massa online. Ia sependapat dengan pemikiran Ketua Dewan Penasihat PWI soal perlunya regulasi terhadap media online. (jos/dwi/rid/rst)