Selasa, 26 November 2024

Stop Kekerasan pada Anak, Jangan Samakan Disiplin Dengan Kekerasan

Laporan oleh Dwi Yuli Handayani
Bagikan
Ilustrasi. Foto: glitzmedia.co

Perlindungan dan kesejahteraan anak supaya belajar lebih optimal dan fokus, asal jangan samakan antara disiplin dengan kekerasan saat anak di sekolah.

Seto Mulyadi Ketua Pembina Komnas Perlindungan Anak Indonesia mengatakan, pihaknya mengapresiasi seruan Mendikbud yang membentuk Satgas Perlindungan Anak untuk mencegah kekerasan anak saat di sekolah.

Kata Kak Seto, dalam setiap Undang-undang setiap anak wajib dilindungi dari tindak kekerasan baik dari sekolah, guru, orang tua bahkan teman-temannya.

Kekerasan di sini, lanjut dia maksudnya baik kekerasan fisik atau psikologi. Kekerasan fisik meliputi tindakan memukul, menjewer dan menendang. Sedangkan kekerasan psikologi yakni mengucilkan anak atau membentak anak di depan teman-teman sekolahnya.

“Disiplin tidak diartikan dengan kekerasan karena pendidikan dengan kasih sayang lebih efektif daripada dengan kekerasan,” kata dia pada Radio Suara Surabaya.

Dalam hal ini masing-masing sekolah harus mempunyai SOP yang dibuat secara kreatif mengacu pada UU Sisdiknas atau UU Perlindungan Anak.

“Impian semua anak tentunya ingin mendapatkan suasana sekolah yang ramah anak. Ini yang harus jadi pegangan kita bersama,” ujar dia.

Kalau memang diperlukan, kata dia, Komnas Perlindungan Anak bisa melakukan dialog dengan Mendikbud atau sekolah yang bersangkutan. “Yang penting arahnya sama tentang sekolah yang ramah anak,” katanya.

Tren kekerasan anak di sekolah saat ini, kata dia, masih belum ada tren penurunan. Ini karena tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam sebuah lembaga satgas perlindungan anak. Akhirnya kontrol menjadi sangat lemah sehingga terkesan terjadi pembiaran pada tindakan kekerasan ataupun bullying.

“Seolah-olah itu memang satu cara untuk mendisiplinkan anak. Padahal semua bentuk kekerasan itu tidak sesuai dengan UU,” tambah dia. (dwi/ipg)

Surabaya
Selasa, 26 November 2024
32o
Kurs