Sabtu, 23 November 2024
Operasi Yustisi Antisipasi Ledakan Urbanisasi

Sebanyak 25 Warga Pendatang Jojoran Baru Tak Punya SKTS

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Sebanyak 25 orang penghuni kos Jojoran Baru tanpa SKTS menerima Berita Acara Pemeriksaan dan harus menghadiri sidang di PN Rabu (20/7/2016) depan. Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) bersama petugas kecamatan Gubeng, Kelurahan Mojo, serta Satpol PP dan kepolisian setempat melakukan operasi yustisi di Jojoran Baru, Gubeng, Selasa (12/7/2016).

Operasi yustisi ini menyasar warga pendatang yang tinggal di kos-kosan di wilayah Jojoran Baru. Ada sebanyak 25 warga pendatang yang kedapatan tidak memiliki Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS).

Maria Agustin Lurah Mojo mengatakan, operasi yustisi ini merupakan upaya untuk menekan urbanisasi. Selain itu, kegiatan ini juga untuk mendata kembali jumlah pemilik rumah kos yang ada di Kelurahan Mojo.

“Saat ini ada 25 orang pendatang yang tidak memiliki SKTS. Kami mengenakan tindak pidana ringan, dengan menerbitkan BAP di lokasi,” katanya kepada suarasurabaya.net.

BAP dibuat agar para pendatang yang tidak memiliki SKTS ini jera, agar segera mengurusnya. Apalagi, saat ini pengurusan SKTS sudah bisa secara online di website Dispendukcapil.

Dasar hukum tipiring, Pasal 9 Perda Kota Surabaya 14/2014 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal itu menyebutkan, setiap penduduk WNI yang tinggal sementara selama tiga bulan berturut-turut wajib memiliki SKTS.

Para pendatang yang telah terdata BAP akan mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (20/7/2016) mendatang.

Maria mengatakan, selama ini pemerintah sudah salah persepsi. Setiap kali operasi yustisi, yang disasar hanyalah penghuni kos-kosan.

“Mereka kan dinamis, kadang pindah ada yang menetap. Sebenarnya yang lebih penting adalah pendataan pemilik rumah kos,” katanya.

Bersamaan dengan operasi yustisi ini, Maria berupaya menggandeng pemilik kos agar terus melaporkan perkembangan penghuni kos masing-masing kepada ketua RT setempat.

“Para pemilik kos ini yang seharusnya didata, karena mereka yang menjalankan kegiatan ekonomi dan harus bertanggungjawab atas penghuni rumah kos,” ujarnya.

Maria mengakui, selama ini Kelurahan tidak memiliki data valid jumlah rumah kos yang ada di wilayahnya.

“Kami baru mulai. Saya sudah meminta RT dan RW untuk mendata para pemilik rumah kos. Nanti kita adalan sosialisasi dengan SKPD terkait, agar mereka mau bertanggungjawab atas penghuni rumah kos,” katanya.

Dia berencana menggandeng Satpol PP, Bakesbangpol Linmas, Dispendukcapil, serta Bapemas untuk memberikan sosialisasi kepada para pemilik rumah kos.

“Dengan begitu, kami dapat lebih mudah melakukan pemantauan. Yang penting ada harmonisasi dulu antara pemilik kos dengan aparat kampung setempat,” ujarnya.

Urbanisasi, kata Maria, terutama pendatang yang tinggal di kos-kosan dapat menimbulkan kerawanan sosial. Bila tidak terawasi dengan baik, akan terjadi banyak masalah sosial di lingkungan tersebut.

“Misalnya kumpul kebo, kelompok aliran ajaran agama yang tidak sesuai. Jadi ini memang harus diawasi,” katanya.

Adapun estimasi jumlah rumah kos yang ada di Kelurahan Mojo, kata Maria, sekitar 400 hingga 600 rumah kos. Ini berdasarkan asumsi di satu RT ada enam hingga tujuh rumah kos.

“Sedangkan di Mojo ini ada 114 RT. Makanya, memang data kos ini penting. Kalau tidak malah bikin pusing,” kata Maria.

Sementara Sunardi Ketua RT 8 Jojoran Baru mengatakan, operasi yustisi yang dilakukan siang hari ini kurang efektif. Dia berpendapat, seharusnya operasi seperti itu dilakukan malam hari saat penghuni ada di rumah kos masing-masing. “Kalau siang begini kan banyak yang kerja,” ujarnya.

Sunardi mengatakan, di wilayah RT-nya ada sebanyak 8 rumah kos yang dihuni kurang lebih 70 Kepala Keluarga. Kalau dihitung orang per orang, Sunardi memperkirakan ada sebanyak 150 orang pendatang yang ada di RT 8 RW 12 di wilayah Jojoran Baru.(den/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs