Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya menertibkan sekitar 48 menara “Base Transceiver System” (BTS) sepanjang 2015, karena tidak mengantongi izin operasional.
Mengutip Antara, Endang Wachjuni Kepala Bidang (Kabid) Penyidikan dan Penindakan Satpol PP Kota Surabaya mengatakan, dari jumlah itu, dua diantaranya dibongkar, sisanya disegel dan aliran listriknya dipadamkan.
“Sebelum melakukan penyegelan, kami masih memberikan toleransi pada pemilik menara untuk melakukan pengurusan izin,” katanya, Rabu (20/1/2016).
Namun, lanjut dia, jika tetap tidak bisa menunjukkan izin operasi, Satpol PP langsung mengambil tindakan tegas dengan menyegel dan mematikan aliran listrik.
“Ke depan menara yang sudah kami segel akan dilakukan pembongkaran secara bertahap sebagai bentuk tindakan tegas,” katanya.
Ia mengemukakan, prosedur pembongkaran sama seperti pembongkaran reklame. Pembongkaran dilakukan secara bertahap. Setelah pembongkaran selesai, akan dilaksanakan pemanggilan pada pemilik menara.
Untuk pembongkaran menara, lanjut dia, baru dilaksanakan dua kali, yakni di Jalan Nyamplungan dan di Jalan Kinibalu. Ke depan, para penyedia menara harus melakukan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta mengantongi izin pembagian cell plan dari Kominfo.
Selain itu, kata dia, pemilik menara diharapkan agar lebih memperhatikan konstruksi menara agar tidak ada masalah di kemudian hari.
“Lokasi menara yang disegel bervariasi, di antaranya berada di atap rumah warga dan jalur hijau. Rata-rata pemilik menara begitu saja memasang menara tanpa meminta izin dulu pada warga sekitar,” katanya.
Sementara itu Irvan Widyanto Kepala Satpol PP Kota Surabaya menambahkan, saat ini pihaknya menunggu putusan dari pihak pengadilan terkait status bongkaran tower untuk menentukan apakah bongkaran tersebut menjadi aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya ataukah masih menjadi milik pemasang tower.
Jika itu tetap menjadi milik pemasang menara, lanjut dia, Pemkot akan minta uang ganti jasa pembongkaran. Untuk setiap pembongkaran satu menara menghabiskan dana sebesar Rp60 juta-an.
Pembongkaran bukan dilakukan sendiri oleh petugas Satpol PP, melainkan melibatkan pihak ketiga. “Nanti ketika ada uang ganti jasa pembongkaran, akan masuk ke kas daerah,” katanya. (ant/rst)