Sidang kasus pemalsuan surat dan perbuatan tidak menyenangkan yang melibatkan Sutarjo dan Sudarmono, dua advokat sebagai terdakwa, dengan agenda keterangan saksi ahli, memberatkan.
Sebab, Sholehudin, saksi ahli dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) dalam keterangannya, bahwa hak imunitas yang dimiliki semua profesi, tidak akan berlaku apabila melakukan pelanggaran pidana.
“Tidak hanya advokat. Seperti polisi, jaksa maupun hakim, tidak mempunyai hak imunitas apabila sedang berhadapan dengan pelanggaran hukum,” Sholehudin, Selasa (17/5/2016).
Dalam sidang ini, Mashudi selaku pelapor juga hadir dan menyerahkan salinan putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris (MPWN) Jawa Timur, yang selama ini keberadaannya dipermasalahkan oleh pihak penasehat hukum terdakwa.
Putusan bernomor 01/Pts/Mj.PWN.Prov.Jawa Timur/V/2016 itu, menyatakan bahwa laporan klien para terdakwa, yang ditujukan terhadap notaris Mashudi SH, M.Kn, tidak terbukti.
“Putusan MPWN Jatim, seakan membuktikan bahwa pengaduan yang dikirimkan kedua terdakwa kepada Pimpinan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris Gresik memang berisikan fitnah terhadap pelapor,” kata Hari Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Sementara Jihad Arkanuddin Ketua Majelis Hakim menegaskan masih belum bisa mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa. “Majelis belum mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang penasehat hukum ajukan. Sidang dilanjutkan pekan depan,” kata Jihad Arkanuddin.
Secara terpisah Mashudi mengaku, surat pengaduan itu dikirimkan kedua tersangka saat menjadi penasehat hukum Khoyana (tersangka dalam berkas terpisah, red), itu memang mengandung fitnah.
“Isi pengaduan yang dikirimkan para tersangka tersebut bernuansa fitnah. Kalau selama ini pelapor tidak pernah disangsi oleh majelis pengawas notaris. Bahwa telah melakukan pelanggaran kode etik maupun melanggar aturan PPAT ataupun diputus bersalah oleh pengadilan,” ujar Mashudi. (bry/ipg)