Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) Malang, menciptakan alat terobosan baru yang dinamakan “SANBAV” (Smart Android Bag for Asthma Prevention), yakni tas cerdas pendeteksi kondisi lingkungan sebagai pencegahan bagi penderita asma.
Muhammad Nur Azis Ketua tim pencipta SANBAV di Malang, Jawa Timur, Kamis (9/6/2016) mengemukakan pembuatan alat ini terinspirasi dari permasalahan penyakit asma yang menyerang generasi muda usia produktif sehingga menggangu aktivitas mereka.
Berdasarkan penelitian tim, salah satu penyebab utama asma adalah dari lingkungan yang tidak dapat dideteksi secara langsung. “Makanya kami mencari solusi dengan mendeteksi kondisi lingkungan melalui alat yang dibentuk menjadi sebuah tas agar mudah dipakai dan tidak menggangu pengguna,” paparnya seperti dilansir Antara.
Tim SANBAV ini terdiri dari Muhammad Nur Azis (Teknik Mesin), Mohammad Efendi Sofyan (Teknik Mesin), Shofia Medina Samara (Pendidikan Dokter), Aisyah Nurul Amalia (Pendidikan Dokter), dan Nardo Golan (Teknik Elektro).
Sementara itu, anggota tim lainnya, Shofia menjelaskan terdapat empat parameter utama lingkungan yang dapat menyebabkan asma kambuh. Parameter tersebut antara lain suhu, kelembapan, partikel debu, dan partikel gas.
“Kebanyakan pencetus asma adalah suhu yang lebih dingin sekitar 20 derajat celcius, khususnya daerah Malang. Selain itu, semakin tinggi kelembapan akan lebih mudah memunculkan kekambuhan asma, yakni sekitar 60-70 persen kelembapannya,” beber mahasiswa angkatan 2013 itu.
Sedangkan untuk faktor gas dan debu, lebih banyak dicetuskan oleh gas CO2 dan debu berukuran kurang dari 5 mikron yang mencemari lingkungan. “Jadi sesungguhnya dari pencetus asma sampai asma kambuh ada beberapa rentang waktu. Di jarak waktu itu pengidap bisa berpindah dari lingkungan berbahaya atau menggunakan alat prevensi seperti masker dan inhaler,” urainya.
Tas cerdas SANBAV dilengkapi dengan android yang terkoneksi dengan tas melalui bluetooth. Ketika SANBAV diaktifkan, aplikasi yang terdapat pada android menampilkan parameter-parameter pencetus asma dengan nilai tertentu. Aplikasi ini nantinya bisa didapatkan pada PlayStore.
Ketika angka yang ditampilkan pada aplikasi keluar dari parameter normal, akan muncul sinyal kondisi bahaya dan muncul instruksi kepada pengguna. Misalnya, pengguna dianjurkan untuk menghindari lokasi ketika temperatur terlalu rendah ataupun memakai masker ketika lingkungan terkontaminasi partikel debu.
Dan yang paling penting, lanjutnya, alat ini bisa dikalibrasi sesuai kebutuhan pengguna karena setiap pengidap asma masing-masing memiliki riwayat tersendiri. Sementara standar parameter SANBAV diatur memakai data rata-rata yang paling valid.
“Jadi bisa memasukkan secara manual data parameter pencetus asma masing-masing individu yang disesuaikan dengan kondisi aktual pengguna. Jadi alat kita tidak kaku, bisa dikalibrasi menyesuaikan dengan kondisi pengguna masing-masing,” urainya.
Anggota tim lainnya yang bertugas membuat aplikasi, Nardo menambahkan penyebab asma ada yang bisa dipredikasi dan tidak bisa diprediksi. Dan, semua itu telah dijelaskan dalam guide book aplikasi SANBAV. Didalamnya juga terdapat literatur lengkap berdasarkan referensi kedokteran yang terbaru dan teraktual.
Proses pembuatan SANBAV melibatkan dosen pembimbing Prof Dr Rudy Soenoko dibantu dokter spesialis paru, dr Ungky Agus S dan dr Susanti Djajalaksana. Alat yang diriset sejak 2014 tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp1,5 juta, namun untuk dikomersilkan masih bisa didapatkan harga yang lebih murah.
“Ke depan rencananya dipasang alarm, voice, dan LCD dengan harapan ketika tas tidak terkoneksi dengan android masih bisa berfungsi sebagai peringatan agar pengguna tidak terbatas untuk orang normal, tetapi orang dengan cacat fisik masih bisa memakai,” kata anggota tim lainnya, Sofyan. (ant/dwi/ipg)