Tri Rismaharini Walikota Surabaya mengatakan, belum mengerti bagaimana penghitungan pengelolaan uang pungutan Rp200 untuk kantong plastik di supermarket. Sebab, selama ini belum ada informasi detail bahwa dana itu bisa dikembalikan untuk masyarakat.
“Saya masih belum tahu bagaimana dana dari pungutan itu kembali ke masyarakat. Bagaimana caranya. Karena supermarket menerima uang itu dan kembali digunakan untuk mencetak lagi. Saya belum tahu cara menghitungnya. Mestinya uang itu terus berputar,”ujarnya usai membuka Hari Peduli Sampah di Taman Bungkul, Minggu (21/2/2016).
Risma juga belum memikirkan dasar hukum atau perda terkait kebijakan kantong plastik berbayar ini. Sebab, menurutnya belum ada landasan hukum dari pemerintah pusat. Pihak Supermarket, kata Risma juga menanyakan bagaimana dasar hukumnya agar tidak diragukan masyarakat.
“Kita bisa saja buat perda tapi harus ada dasar hukumnya, karena ini pungutan dari masyarakat. Selama ini kita ada perda tentang sampah. Tapi, yang untuk berbayarnya ini belum memang. Makanya, pihak supermarket itu juga meminta landasan hukumnya untuk meyakinkan warga,” katanya.
Sekadar diketahui, Surabaya merupakan satu dari 22 kota di Indonesia yang menyepakati program kantong plastik berbayar ini. Menurut Risma, program ini harus dimaknai posistif.
“Sebetulnya itu mungkin lebih mudah kita kendalikan. Masyarakat harus bergerak berinisiatif mengurangi sendiri. Saya yakin orang Surabaya mampu. Kita harus sadar mengurangi plastik dari mulai sekarang,” katanya.
Menurut Risma, dalam mengurangi sampah plastik ini, yang terberat adalah dari sampah PKL yang jual cilok, pentol dan pasar tradisional. “Sekarang jualan gorengan dikit sudah pakai plastik,” katanya.(bid/iss)