Senin, 20 Januari 2025

Rencana Pemerintah Pantau Medsos Ancaman Untuk Demokrasi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi.

Fadli Zon Wakil Ketua DPR RI melontarkan kritik atas rencana pemerintah mengawasi ketat percakapan publik di media sosial.

Menurutnya, rencana pemerintah itu bisa mengancam proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia.

“Rencana pemerintah memantau perbincangan berbagai aplikasi chatting di media sosial bisa mengancam demokrasi. Negara jangan sampai menjadi mata-mata bagi warganya. Itu memundurkan demokrasi kita,” ujarnya dalam catatan refleksi akhir tahun 2016 bidang politik dan keamanan, di Jakarta, Sabtu (31/12/2016).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menambahkan, hak menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan dijamin oleh konstitusi. Begitu juga hak setiap warga negara untuk berekspresi di depan umum, hak berkumpul dan berserikat.

Terkait penggunaan media sosial yang kian masif, kata Fadli yang perlu diatur adalah bagaimana provider telekomunikasi tidak sembarangan menjual nomor (sim card), sehingga orang bisa mudah menyalahgunakannya untuk kepentingan yang melanggar kepatutan dan bahkan hukum, seperti menciptakan identitas dan akun-akun palsu.

“Berita-berita hoax dan informasi tanpa klarifikasi sekarang memang mudah beredar secara masif di media sosial dan aplikasi chatting. Tapi, yang harus dilakukan oleh pemerintah bukanlah melakukan sensor atau pembatasan informasi, melainkan pendewasaan dan pencerdasan publik. Kita tidak bisa melawan teknologi. Yang harus dilakukan adalah bagaimana menggunakan teknologi secara bertanggung jawab,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Fadli menilai ancaman kemunduran demokrasi juga ditandai oleh begitu mudahnya aparat keamanan melemparkan tuduhan makar terhadap para aktivis.

Penangkapan dengan tuduhan makar, tanpa bukti yang kuat, adalah praktik rezim otoritarian yang dapat mengganggu demokrasi.

“Negara tidak boleh menakut-nakuti warganya. Jangan sampai hukum menjadi alat politik pemerintah apalagi alat kekuasaan,” serunya.

Pemerintah, dalam kaca mata Fadli, mungkin keliru dalam membedakan antara keamanan negara, keamanan rezim, serta keamanan sosial. Jangan sampai hanya karena media sosial yang kerap digunakan mengkritisi pemerintah, lantas itu dianggap bisa mengganggu keamanan negara.

Secara umum, Fadli menilai jika situasi politik dan keamanan tahun 2016 memang menghangat dan akan tambah hangat pada 2017 karena akan ada Pilkada serentak gelombang kedua.

“Masyarakat kita sebenarnya telah kian dewasa dalam berdemokrasi. Kita bisa melihat, pada aksi 411 dan 212, misalnya, jutaan orang bisa berdemonstrasi dengan damai dan tidak merusak, padahal isu yang mereka angkat adalah isu penistaan agama, yang lima belas atau dua puluh lima tahun lalu pasti memancing reaksi anarkis,” kataya.

Kalau masyarakat lebih memilih penyelesaian melalui jalur hukum daripada anarki, itu adalah sebuah kemajuan. Meski demikian, aksi massa yang melibatkan jutaan orang itu sebenarnya tidak perlu terjadi jika saja sebelumnya hukum ditegakkan tanpa pandang bulu dan tebang pilih.

“Itu sebabnya, penegakkan hukum tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan. Sebab, jika hukum menjadi alat politik dan kekuasaan, masyarakat akan menciptakan hukum sendiri, dan itu bukan hal yang kita kehendaki,” tandasnya. (rid/iss/fik)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Senin, 20 Januari 2025
24o
Kurs