Pihak berwenang Prancis sudah menutup sekitar 20 masjid dan tempat ibadah yang dianggap menyebarluaskan paham Islam radikal sejak Desember, kata Menteri Dalam Negeri Bernard Cazeneuve, Senin (1/8/2016).
“Tidak ada tempat… di Prancis bagi mereka yang menyerukan dan memprovokasi kebencian di masjid-masjid, dan yang tidak menghormati prinsip-prinsip republik ini, terutama kesetaraan antara laki-laki dan perempuan,” kata menteri seperti dilansir Antara.
“Itulah mengapa saya memutuskan beberapa bulan lalu untuk menutup masjid-masjid lewat keadaan darurat, tindakan legal atau langkah administratif. Sekitar 20 masjid sudah ditutup, dan akan ada beberapa lainnya,” katanya seperti dilansir kantor berita AFP.
Cazeneuve menyampaikan pernyataan itu setelah bertemu dengan para pemimpin dari Dewan Agama Islam Prancis.
Ada sekitar 2.500 masjid di Prancis, sekitar 120 di antaranya dianggap menyebarkan paham Islam radikal Salafisme, interpretasi Islam Sunni yang keras.
Dia mengatakan bahwa sejak 2012 ada 80 orang diusir dari Prancis dan pengusiran puluhan lainnya sedang berlangsung, namun dia tidak memberikan informasi lebih lanjut.
Pertemuan itu digelar saat Prancis menghadapi ancaman ekstremis yang berujung pada serentetan serangan teror, yang terbaru serangan di Nice yang merenggut 84 korban jiwa dan pembunuhan seorang pastor Katolik di Saint-Etienne-du-Rouvray.
Serangan berulang itu memunculkan pertanyaan tentang kegagalan pengamanan, namun juga pendanaan asing untuk banyak masjid.
Perdana Menteri Manuel Valls pekan lalu mengatakan bahwa dia akan mempertimbangkan pelarangan sementara pendanaan asing untuk masjid, mendesak satu hubungan “model baru” dengan Islam.
Cazeneuve mengonfirmasi bahwa otoritas bekerja untuk membuat pondasi Prancis bagi Islam, yang akan menjamin transparansi total dalam pendanaan masjid-masjid “dengan penghormatan terhadap pronsip-prinsip sekuler.” (ant/dwi)