Pimpinan MPR RI merasa geram dengan tingginya harga jual daging sapi di pasaran, terlebih saat bulan suci Ramadhan. Tingginya harga ini diduga karena imbas dari permainan para kartel daging.
“Ini harus kita bongkar karena ini adalah kepentingan rakyat. Kartel-kartel ini telah menindas rakyat. Harga daging per kilo sebetulnya bisa Rp 70 ribu per kilo, dan Presiden Jokowi tahu berapa harga sebenarnya di lapangan, makanya menetapkan harga Rp 80 ribu per kilo,” ujar Oesman Sapta Odang (OSO) Wakil Ketua MPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Presiden, kata Oso juga telah mengeluarkan izin khusus impor daging sapi kepada swasta yang bertujuan meringankan beban rakyat. Tapi, pihak swasta itu malah dihambat oleh bank dan pihak luar negeri yang disinyalir bekerja sama dengan kartel-kartel.
Karena kepentingan rakyat ada di atas segalanya, maka dari itu MPR sangat mendukung agar harga-harga kebutuhan pokok terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Nanti pasti akan terbongkar siapa sebetulnya yang berada di belakang para kartel daging. Sedikitnya ada lima kartel yang sudah beroperasi belasan tahun belakangan,” kata dia.
Pimpinan MPR dari unsur DPD ini menambahkan, di Singapura harga daging impor dari Australia per kilo hanya Rp 60 ribu, di Malaysia sekitar Rp 70 ribu per kilo. Padahal, jarak angkutnya tidak berbeda jauh dengan ke Indonesia.
“Ini adalah bukti bahwa ada permainan yang harus dibongkar. Kita serahkan kepada aparat keamanan untuk menindak para kartel yang menyengsarakan rakyat,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Hidayat Nur Wahid Wakil Ketua MPR RI juga mendukung agar permainan kartel-kartel daging yang sudah lama beroperasi di Indonesia bisa dibongkar, sehingga harga jual daging bisa lebih murah dari harga yang dipatok saat ini.
“Memang aneh kenapa harga daging bisa naik begitu tinggi. Oleh karena itu, penting bagi Presiden Jokowi kembali melakukan blusukan ke lapangan untuk memastikan harga kebutuhan masyarakat bisa terjangkau. Kalau hanya memerintahkan tapi tidak dilaksanakan oleh para bawahannya, di mana wibawa seorang Presiden?” ujar dia.
Hidayat menegaskan, sangat tidak masuk akal di negeri yang sangat kaya dengan peternakan, perkebunan dan ladang terjadi kelangkaan daging, apalagi kemudian solusinya dengan melakukan impor.
“Ini artinya Pemerintah harus betul-betul hadir tidak hanya di pasar, tetapi juga di tempat penggemukan sapi, kemudian bertemu dengan para importir yang disinyalir sebagai kartel daging,” kata dia.(faz/iss/rst)