Pascalibur Lebaran Idul Fitri 1437 Hijriah menjadi kesempatan bagi penduduk suatu daerah untuk mencari kehidupan lebih baik di kota besar. Salah satu yang menjadi tujuan adalah Kota Surabaya.
Arief Budiarto Kepala Bidang Perencanaan dan Perkembangan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya mengatakan, rata-rata pertumbuhan penduduk surabaya sebanyak 3 persen, atau mencapai 80 ribu orang per tahun.
“Kalau dilihat dari data pendatang yang mengurus SKTS (Surat keterangan tinggal sementara), dibandingkan dengan kelahiran dan kematian, migrasi penyumbang terbesar pertumbuhan penduduk di Surabaya,” kata Arief di kantornya, Senin (11/7/2016).
Arief menduga, di luar data pendatang yang mengurus SKTS, masih banyak pendatang yang tidak tercatat dalam data Dispendukcapil Surabaya.
Hal itu akan menimbulkan banyak masalah sosial. Salah satunya, prostitusi terselubung di kos-kosan maupun rumah kontrakan.
Untuk membendung lonjakan pertumbuhan penduduk ini, Dispendukcapil melaksanakan operasi yustisi yang menyasar warga pendatang di kos-kosan dan rumah kontrakan di Surabaya.
“Ya ini yang bisa kami lakukan. Apalagi?” ujarnya.
Sasaran operasi yustisi adalah pendatang yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Tidak jarang, mereka yang memiliki masalah kesejahteraan sosial.
“Kami menduga kos-kosan rawan menjadi tempat praktik prostitusi terselubung,” kata Arief.
Masalahnya, Arief mengakui, Dispendukcapil Surabaya belum memiliki data kos-kosan yang ada di Surabaya. Padahal, data itu penting untuk pemetaan pendatang di Surabaya.
Apalagi, setelah terjadinya kasus penangkapan ekstrimis yang telah merakit bom dan merencanakan pengeboman di Surabaya.
“Ini memang menjadi pekerjaan rumah kami. Tapi kami sudah berkoordinasi dengan Bagian Pemerintah dan Diskominfo mengenai data kos-kosan di Surabaya ini,” katanya.(den/ipg)