Perempuan Bangsa menyatakan perang terhadap kekerasan seksual pada perempuan dan anak yang semakin meraja lela.
Dari pusat sampai tingkat kabupaten/kota, organisasi di bawah Partai Kebangkitan Bangsa ini diserukan supaya membentuk desk anti kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.
Pernyataan ini disampaikan Hj Siti Masrifah, Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa dalam seminar Penghapusan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak di Graha Gus Dur, Kantor Sekretariat DPP PKB Jalan Raden Saleh Jakarta, Selasa (31/5/2016).
Perempuan Bangsa harus hadir untuk memberikan pendampingan kepada korban dan keluarganya. Pendampingan itu akan diberikan waktu korban akan menempuh jalur hukum.
Menumbuhkan kembali kepercayaan diri korban kekerasan seksual untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
“Untuk mencegah kekerasan seksual, perempuan bangsa akan memberikan pencerahan kepada masyarakat melalui pengajian pengajian maupun di saat kunjungan kerja ke daerah dan waktu bertemu konstituen,” kata Masrifah.
Perempuan Bangsa mendukung Peraturan Pemerintah pengganti UU ( Perppu) No 1 /1916 yang telah dikeluarkan oleh Joko Widodo Presiden.
Mekipun bukan satu satunya cara untuk menghilangkan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, Perppu diharapkan menjadi shock therapy bagi pelaku.
Karena dalam Perppu ini mencakup pemberatan hukuman pidana dari paling ringan 10 tahun sampai hukuman mati, bagi pelaku yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Selain itu juga ada hukuman tambahan berupa kebiri dan pemasangan chip bagi pelaku.
Jumlah kejahatan seksual ini dikatakan terus meningkat setiap tahunnya.
Data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan tahun 2015 sebanyak 321.752. Kasus kekerasan seksual dalam bentuk perkosaan berada di urutas teratas 2.399 kasus (72 %). Dalam bentuk pencabulan 601 kasus (18 %).
Komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan juga mencatat tahun 2015 kasus kekerasan dirana publik terdapat. 5.002 . 62% diantaranya dalam kekerasan seksual terhadap perempuan.
Seminar sedianya menghadirkan Menteri Sosial dan Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan. Namun keduanya tidak bisa hadir karena rapat dengan presiden, hanya mengirimkan wakilnya.
Nursyahbani Katjasungkana praktisi hukum sebagai pembicara terakhir, setuju pelaku kejahatan seksual dihukum berat. Setelah melalui proses peradilan.(jos/iss/ipg)