Aan Anshori, Koordinator Presidium Jaringan Islam Anti Diskriminasi, menilai penetapan Peraturan Daerah (Perda) Pelarangan Minuman Beralkohol oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya tidak mencerminkan keberagaman masyarakat di Surabaya.
“Pengesahan Raperda Pelarangan Minuman Beralkohol hanya melibatkan kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok minoritas sehingga mengancam keberagaman di Kota Pahlawan yang dikenal sebagai miniatur keberagaman di Indonesia,” kata Aan, Rabu (11/5/2016).
Minuman beralkohol, kata Aan, sangat lekat dengan komunitas tertentu. Di Surabaya, ada komunitas adat Bali yang menggunakan arak dalam upacara keagamaan tertentu, juga kelompok Nasrani dan Katolik yang menggunakan anggur dalam perayaan misa dan perjamuan kudus.
“Dalam menjalankan ibadahnya, tidak mungkin anggur diganti dengan sirup. Hal yang sama juga dengan komunitas adat Bali di Surabaya. Inikan tidak adil akhirnya,” kata Aan.
Aan mengatakan absennya keterlibatan kelompok minoritas dalam pembahasan Raperda Pelarangan Minuman Beralkohol juga telah melanggar pasal 27 Konvenan Hak-Hak Sipil dan Politik; yang kemudian diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia melalui UU No 12 tahun 2005.
Dalam UU itu, paragraf 5 ayat (1) dan 5 ayat (2) pada komentar umum nomor 23 yang menjelaskan tentang pasal 27 menjelaskan bahwa mereka yang dilindungi ialah mereka yang dalam kelompok tertentu dan memiliki kesamaan budaya, agama dan atau bahasa tidak boleh dilanggar haknya saat bersama anggota kelompoknya mempraktikkan budaya, menjalankan agama dan bicara dengan bahasannya.
Lebih lanjut, dalam paragraf 6 ayat (2) pada komentar umum juga menyatakan bahwa hak-hak minoritas harus dilindungi dari tindakan-tindakan negara, baik itu legislatif, yudikatif dan administratif, tidak terkecuali juga orang-orang lain di dalam negara.
Aan mengatakan Perda Pelarangan Minuman Beralkohol juga akan meningkatkan peredaran oplosan dan masalah kesehatan baru di Kota Surabaya.
“Pelarangan untuk memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi minuman beralkohol juga melanggar aspek-aspek hak asasi manusia lainnya terutama hak atas kesehatan yang terkandung dalam Konvenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU no 11 tahun 2005,” kata dia.
Aan mengatakan Perda Pelarangan Minuman Beralkohol juga menabrak aturan diatasnya yaitu Kementerian Perdagangan yang telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan bernomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalikan dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. (fik)