Eddy Christijanto Kepala Bagian Pemerintahan dan Otonomi Daerah Pemkot Surabaya mengatakan, pemilihan Ketua RT dan Ketua RW di Surabaya sekarang dengan mekanisme baru.
Meski tidak seperti mekanisme penentuan iuran kampung yang bakal seperti proses penyusunan APBD, sekarang pemilihan Ketua RW harus melibatkan tokoh perempuan.
Hal ini sesuai Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya 38/2016 tentang pelaksanaan Perda Kota Surabaya 15/2003 Tentang Pedoman Pembentukan Organisasi Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK), RT, dan RW.
“Kalau dulu Ketua RW dipilih oleh seluruh Ketua RT, sekarang masing-masing RT harus mendelegasikan tiga perwakilan dari RT dan salah satunya adalah perempuan,” katanya ketika ditemui di ruangannya, Rabu (30/11/2016).
Demikian halnya pemilihan Ketua LKMK. Pemilihan harus melibatkan tiga tokoh masyarakat dari masing-masing RW dan salah satunya adalah perempuan.
Sedangkan untuk Ketua RT, pemilihannya tetap dilakukan oleh seluruh kepala keluarga dari masing-masing RT.
Kebijakan baru ini diterapkan, kata Eddy, untuk memfasilitasi suara perempuan dalam pemilihan Ketua RW maupun Ketua LKMK.
“Ini karena ada usulan dari ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) kok setiap pemilihan Ketua RW tidak pernah dilibatkan,” ujarnya.
Penerapan mekanisme demikian, kata Eddy, agar proses pemilihan Ketua RW dan Ketua LKMK di Surabaya lebih demokratis. Selain itu, agar ada keterlibatan perempuan dalam proses tersebut.
“Sehingga Kota Surabaya sebagai kota yang ramah anak dan perempuan bisa terwakili dalam proses pemilihan Ketua RW dan LKMK tersebut,” ujarnya.
Eddy mengatakan, pada praktiknya, pemilihan Ketua RW dan LKMK di masing-masing kampung itu unik. Ada yang seolah pemilihan umum, ada kampanye dan lain sebagainya.
“Di kampung saya, justru enggak ada yang mau dipilih buat jadi Ketua RT. Akhirnya voting, tapi ya akhirnya yang terpilih mundur juga karena memang tidak mau jadi Ketua RT,” katanya.(den/dwi/rst)