Hari Raya Idul Adha 1437 Hijriah yang jatuh pada tanggal 12 September 2016 tinggal hitungan hari lagi. Pedagang hewan kurban tentu berharap dagangannya ludes terjual.
Namun, sejumlah pedagang musiman yang datang dari luar Surabaya merasa penjualan hewan kurban tahun ini menurun dibanding tahun lalu. Mereka pun berharap berkah sampai berberapa jam jelang gema takbir berkumandang.
Siswandoko, pedagang sapi “Abah Sokip” di Jalan Adityawarman Surabaya mengatakan, dagangan sapinya dari jenis Limosin, Brahman, Jawa, Madura dan Simenntal baru terjual sekitar 70 ekor dari total 130 ekor yang dibawa dari Kediri, sejak dua pekan lalu.
“Penjualan tahun ini agak lesu. Biasanya seminggu sebelum hari H dagangan kami sudah hampir habis terjual,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Senin (5/9/2016) sore.
Pria yang biasa disapa Pak Sis yang sudah lima tahun belakangan jadi pedagang sapi musiman di Kota Pahlawan ini menambahkan, ada kenaikan harga jual sekitar Rp1-1,5 juta per ekornya. Ia beralasan kenaikan itu karena dampak naiknya harga perawatan, makanan dan vitamin hewan, serta ongkos distribusi.
Untuk Sapi Madura, Pak Sis menjual dengan harga mulai Rp10 juta sampai Rp17 juta per ekor, sedangkan sapi jenis Brahman dan Limosin yang beratnya bisa mencapai 1,5 ton, dijual mulai Rp18 juta hingga Rp65 juta per ekor.
Sampai saat ini, Siswandoko mengaku lapaknya belum didatangi petugas Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Surabaya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan hewan yang dijual. “Tapi kami sudah punya sertifikat karantina hewan dari Kediri sebelum dikirim ke sini,” tegasnya.
Pernyataan soal menurunnya penjualan hewan kurban juga dikemukakan Muhammad Fais, pedagang Sapi Madura di lapak “Aba” yang bertempat di Lapangan Bogowonto, Jalan Indragiri, Surabaya.
“Memang penjualan tahun ini sedikit menurun dibanding tahun lalu. Tapi, kami tetap bersyukur,” katanya.
Fais mengatakan, dari 125 ekor sapi yang dibawa dari Madura sudah laku sekitar 95 ekor. Hanya saja, belum semua yang pembeli di lapaknya yang membayar lunas. “Sebagian masih ada yang baru ngasih DP, bahkan ada yang baru kasih tanda jadi Rp100 ribu,” ucapnya sembari tersenyum.
Soal harga jual, bapak satu anak ini menyebut sapi kurban di lapaknya mulai Rp12,5 juta sampai yang paling mahal Rp20 juta per ekornya.
Mengenai kesehatan sapi yang dijual, Fais mengatakan punya dokter hewan sendiri yang rutin melakukan pengecekan dua hari sekali, sampai sebelum dikirim ke tempat pembeli. “Kalau nanti sebelum dikirim ternyata ketahuan ada penyakitnya, tidak jadi kami kirim ke pembeli,” serunya.
Yang menarik di lapak ini, setiap pembeli mendapatkan kantong plastik dan kupon penerima daging kurban yang dicetak sesuai dengan pesanan, tanpa dikenakan biaya tambahan. Bahkan, ada cash back Rp200 ribu untuk ongkos potong hewan, baik untuk sapi yang paling murah sampai termahal.
Beda cerita dengan Gatot Ismiarto, penjual kambing kurban di pinggiran Jalan Raya Pakis. Dia mengklaim berani menjual kambing lebih murah dari pedagang lain di Surabaya, mulai dari Rp1,7 juta sampai Rp3 juta per ekor.
“Harga jual ini naik sekitar Rp150 ribu dari tahun sebelumnya. Harga yang saya tawarkan memang lebih murah ketimbang penjual kambing di lapak lain, supaya masyarakat bisa berkurban dengan harga terjangkau,” serunya dengan penuh semangat.
Menurut Gatot, berkurban itu indah. Makanya dia berharap masyarakat punya keinginan berlomba-lomba untuk berkurban dengan harga terjangkau, dan hewannya memenuhi persyaratan fisik juga kesehatan.
“Saya sudah lima hari berjualan, dan sudah laku 7 ekor. Kambing ini saya beli dari peternak di daerah Jember,” kata pria asli Surabaya yang mengaku tidak menjual sapi karena keterbatasan modal. (rid/ipg)