AF alias Pecok (26) seorang residivis kasus penganiayaan beralih menjadi kurir narkoba setelah menjalani hukuman di Rutan Medaeng selama setahun. Dia tinggal satu sel dengan bandar narkoba bernama Rio.
“Saya kenal dia (Rio) setelah saya di penjara dalam kasus pasal 170 KUHP. Saya masuk penjara karena tawuran dan terlibat pengeroyokan,” ujar Pecok kepada Wartawan di Mapolrestabes Surabaya, Senin (7/11/2016).
Warga Jl. Pandugo Surabaya yang indekos di Jl Kendalsari Surabaya ini mengaku mendapatkan imbalan Rp1,5 juta setiap berhasil mengantarkan barang sabu-sabu 150 gram milik bandar Rio.
“Saya dapat Rp1,5 juta, uangnya untuk kebutuhan keluarga, untuk beli susu anak saya,” kata ayah satu anak ini.
Lelaki penuh tatto di tangan ini mengaku mengenal Rio ketika di dalam Sel Rutan Medaeng sejak 2010-2011. Dia tergiur dengan pekerjaan yang ditawarkan Rio sebagai pengantar narkoba. Dia juga tidak tahu siapa saja penerima narkoba dari Rio ini.
“Saya tidak tahu, hanya disuruh meletakkan di tempat-tempat tertentu di sekitar jalan Merr Surabaya atau dengan sistem ranjau,” katanya.
Pecok juga mengambil barang milik Rio juga berdasarkan ranjau, dia dikasih petunjuk oleh Rio dimana barang tersebut diambil dan kemudian diantar. “Saya disuruh dia (Rio),” kata pria yang sebelumnya bekerja sebagai kuli bangunan ini.
Sekadar diketahui, AF alias Pecok merupakan kurir narkoba yang ditangkap Satreskoba Polrestabes Surabaya usai mengedarkan sabu-sabu 150 gram dengan cara ranjau. AF mengaku barang itu milik bandar bernama Rio yang masih di dalam rutan Medaeng.
Saat ini, Satreskoba Polrestabes Surabaya tengah mengirimkan surat permohonan pemeriksaan terhadap Rio kepada Kanwil Kemenkumham.
“Surat sudah kami kirim, sekarang nunggu balasan dari Kemenkumham untuk izin pemeriksaan terhadap Rio,” katanya. (bid/iss)