Hanya orang tertentu saja yang rela berbagi ilmu ke banyak orang di daerah terpencil tanpa mendapatkan bayaran sedikitpun. Apalagi jika harus meluangkan waktu, tenaga dan uang pribadi untuk melakukannya.
“Namun di Ruang Berbagi Ilmu (RuBi), mereka yang dengan tulus tanpa pamrih mengeluarkan biaya sendiri demi berbagi ilmu banyak bisa dijumpai,” kata Syukur Anin Rumalolas, penitia lokal RuBi di Fakfak, yang juga merupakan bagian dari Indonesia Mengajar angkatan 10 ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, kamis (27/10/2016).
Pada 24 April 2016 lalu, sekumpulan pemuda dari berbagai daerah yang tergabung dalam RuBI menuju Kota Fakfak Papua. Dari berbagai macam profesi, umur dan daerah, mereka membagikan ilmu tentang kepemimpinan, kerelawanan, gaya hidup dan materi rumah baca.
Menurut Syukur, acara di Fakfak saat itu diikuti lebih dari 100 orang. Mereka kebanyakan pemuda Fakfak yang lantas berbaur dengan pemuda dari berbagai daerah di Indonesia.
Syukur yang akrab dipanggil Uku ini, merupakan pemuda asli maluku dan menghabiskan sebagian besar waktunya di Papua. Saat itu, kata Uku, RuBI merupakan bagian dari kegiatan Indonesia Mengajar yang pertama kali dilakukan di Kota Fakfak Papua. Namun, saat ini RuBI menjadi sebuah komunitas sendiri yang bertujuan membagikan banyak ilmu di banyak daerah.
Uku mengatakan, kegiatan berbagi ilmu di Fakfak saat itu merupakan sesuatu yang sangat berkesan bagi dirinya. Menurutnya, tidak semua orang rela tanpa pamrih berbagi di daerahnya.
“Bagi saya ini sangat berkesan sekali. Mereka yang berasal dari berbagai daerah ke Fakfak tanpa pamrih hanya untuk berbagi, padahal harga tiket pesawat untuk ke sini mahal. Tidak semua orang mau untuk melakukan ini,” kata Uku.
Semangat berbagi dari para relawan RuBI ini seakan terbayarkan oleh antusias para peserta di Kota Fakfak. Peserta yang mengikuti kegiatan ini tidak hanya berasal dari wilayah tengah kota saja, namun juga ada peserta dari wilayah lainnya yang cukup jauh.
“Ada peserta kegiatan kemarin dari Kampung Arbuni yang merupakan peserta terjauh, jaraknya dari Kota Fakfak, sejauh 45km melalui jalan darat dan 15menit memakai perahu,” kata Uku.
Uku juga mengatakan, selain mau datang dari tempat yang jauh, peserta tersebut juga rela menggunakan biaya sendiri menuju lokasi.
Selain itu, kata Uku, 3 orang lainnya yang berasal dari Komunitas Rumah Baca asal Brong Kendik juga rela datang ke lokasi acara meskipun jaraknya sejauh 10km.
“Hasil dari kegiatan ini terlihat hingga saat ini. Contohnya saja, awalnya komunitas hanya sekedar buka rumah baca tetapi saat ini lebih mengetahui makna rumah baca. Hasilnya lebih bagus,” ujarnya.
Untuk menjaga agar hasil dari berbagi ini tetap berlangsung, setiap bulan dilakukan review tentang apa yang telah dilakukan oleh pengurus rumah baca tersebut. Dia juga mengatakan, review tersebut berguna untuk melihat apakah program-program yang sudah dirancang sudah terlaksana atau belum.
Perlu diketahui, kegiatan relawan dari beragam daerah ini masih berlangsung hingga saat ini dengan beragam tujuan daerah. Mereka rela meluangkan waktu, tenaga dan uang pribadi untuk membagikan ilmu yang mereka miliki ke daerah-daerah tersebut. Proses seleksi untuk menjadi bagian kegiatan berbagi ilmu ini juga dilakukan agar mengetahui keseriusan relawan untuk berbagi.
Selain itu, mereka juga tidak mendapatkan bayaran setelah kegiatan ini. Siapapun bisa ikut dalam kegiatan ini tanpa memandang suku, agama dan ras. (tit/fik)