Sabtu, 23 November 2024

Nekat Ngebor Lagi, Ini Alasan Lapindo

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan
Ali Masyar (kanan), Kepala SKK Migas Jawa Bali Nusa Tenggara ketika memberikan paparan FGD rencana pengeboran lapindo, Rabu (10/2/2016). Foto : Taufik suarasurabaya.net

PT Lapindo Brantas meyakini proses pengeboran sumur gas di kawasan Kedungbanteng aman dilakukan. Pernyataan ini disampaikan perwakilan lapindo saat menjadi pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Timur di gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Timur, Rabu (10/2/2016).

“Kami memiliki data integritas casing dimana sumur-sumur gas Lapindo di daerah itu yang memiliki kedalaman 3.000 kaki atau 1.000 meter ternyata tak berimbas semburan lumpur panas,” kata Harsa Harjana, Vice President Operations Lapindo Brantas.

Data integritas casing ini didapat saat pihak Lapindo Brantas melakukan proses workover atau kerja ulang pengeboran terhadap beberapa sumur yang hingga kini masih memproduksi.

“Sudah pernah dilakukan workover pada sumur Wunut 19 pada tahun 2013 dan Tanggulangin 3 pada tahun 2011. Hasilnya, peralatan bisa menyentuh dasar sumur. Ini membuktikan kondisi casing di sumur-sumur itu tidak ada yang bengkok,” kata Harsa.

Total, ada 21 sumur di Wunut dan 5 Sumur di Tanggulangin, termasuk 3 sumur yang ada di Desa Kedungbanteng. Semua sumur itu tidak ada yang terimbas semburan lumpur atau pun deformasi meskipun telah dilakukan workover.

Selama ini, kata dia, ada asumsi bahwa ada semburan lumpur telah mengakibatkan penurunan tanah yang bisa membahayakan kegiatan pengeboran sumur pengembangan Tanggulangin 10 dan Tanggulangin 6.

“Namun faktanya kegiatan workover berjalan aman. Kalau terimbas semburan lumpur panas, penurunan tanah apalagi patahan pasti casingnya akan bengkok dan kegiatan workover tidak bisa dilakukan. Namun buktinya alat yang dimasukkan ke casing dengan ukuran 6/9 inci bisa masuk hingga ke dasar sumur,” ujarnya.

Sumur Wunut 19 yang pernah mengalami workover ini hinga kini masih memproduksi. Sumur ini, lanjutnya, jaraknya dari pusat semburan lumpur hanya sekitar 1,5 km. Begitu juga dengan sumur Tanggulangin 3 yang jaraknya sekitar 3 km dari semburan lumpur.

“Di lokasi sumur Tanggulangin 2 itulah akan dibor sumur pengembangan Tanggulangin 10. Sementara sumur Tanggulangin 6 nantinya 4 km dari pusat semburan. Letaknya bersebelahan dengan sumur Tanggulangin 1 dengan jarak 50 meter. Jadi dua-duanya merupakan sumur pengembangan,” kata Harsa.

Selain itu, Lapindo Brantas saat ini juga mempunyai data hasil monitoring tekanan semur yang rutin dilakukan setiap harinya. Dari monitoring terhadap tekanan sumur diketahui kondisi tekanan semur semua normal atau stabil. Data ini diperkuat bukti tidak ada gas yang hilang.

“Ini memperkuat bukti bahwa sumur-sumur yang ada tidak berkorelasi dengan semburan lumpur yang terjadi sejak tahun 2006. Ini juga diperkuat fakta bahwa penurunan produksi atau declining rate pada sumur-sumur gas itu juga berjalan alamiah,” kata dia.

Data lain yang juga memperkuat keyakinan itu adalah hasil minitoring subsidence (penurunan tanah). Dari monitoring subsidence, sumur-sumur yang dibor pada kedalaman 3.000 kaki semuanya tidak mengalami penurunan tanah.

“Sumur-sumur itu telah diberi GPS. Hasil monitoring menunjukkan tidak ada penurunan tanah pada lapangan yang kami punyai. Ini yang memperkuat keyakinan kami bahwa sumur pengembangan Tanggulangin 6 ataupun Tanggulangin 10 yang akan dibor pada kedalaman 3.000 kaki berada pada lapisan tanah yang aman dari gangguan rekahan tanah,” kata dia.

Data ini, lanjut Harsa, juga sesuai dengan data yang dikeluarkan Badan Geologi Nasional tahun 2012 yang memasukkan lapangan Tanggulangin tidak masuk pada daerah terdampak. Artinya, lapangan Tanggulangin, termasuk lokasi rencana pengeboran sumur pengembangan Tanggulangin 10 dan Tanggulangin 6 berada di zona aman.

Sementara itu, selain dari Lapindo, FGD kali ini juga dihadiri Ali Masyar, Kepala SKK Migas Jawa Bali Nusa Tenggara; Andang Bachtiar, Ketua Komite Eksplorasi Nasional; Amien Widodo, Ketua Pusat Studi Kebumian Bencana dan Perubahan Iklim ITS; Teguh Hariyanto, ahli geomatika ITS, serta beberapa narasumber lainnya.

“Harus ada kajian lebih mendalam lagi, sebelum Lapindo mengambil keputusan untuk kembali mengebor,” kata Andang Bachtiar. Kajian ini diantaranya adalah dengan melihat kondisi sumur-sumur yang dimiliki sesaat setelah adanya kasus semburan lumpur. (fik/rst)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs