Dua ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah melarang bendera dan atribut organisasnya dibawa pada aksi 4 November 2016.
Dalam siaran persnya, Minggu 30 Oktober 2016, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mapun Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan secara organisasi tidak terlibat dalam aksi memprotes pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga melakukan penistaan terhadap Islam dan Alquran.
KH Said Aqil Siroj Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memandang persoalan ini sedang diproses secara hukum, tidak perlu lagi melakukan tekanan.
Kalau sampai tidak terkontrol dikhawatirkan bisa menimbulkan masalah baru, umat Islam akan bertikai sendiri karena beda tafsir atas pernyataan Ahok
“Kejadian inilah yang ditunggu oleh orang-orang yang tidak menyukai Islam. Karena itu jangan melihat dari ramainya saja, tapi mudorotnya harus dipertimbangkan juga,” kata Said.
Haedar Nasir Ketua Umum PP Muhammadiyah menjelaskan aksi 4 November 2016, merupakan hak warga negara untuk menyampaikan aspirasi. Agar mencapai sasaran harus dilakukan dengan baik, jangan sampai terjadi anarkis dan ditunggangi provokator.
Menanggapi rencana aksi damai umat Islam 4 November, Lukman Hakim Menteri Agama, mengatakan menyelesaikan perbedaan dan keragaman, melalui proses hukum, lebih bermartabat daripada aksi damai. Menag menyarankan pengerahan massa sedapat mungkin dihindari.
Aksi umat Islam menurut rencana akan dilaksanakan setelah shalat Jumat berangkat dari Masjid Istiqlal menuju Istana Merdeka.
Murahman, salah satu pelaksana aksi, menyatakan aksi ini intuk mendesak aparat hukum bertindak tegas terhadap dugaan pelecehan agama yang dilakukan Ahok. Menurutnya, aksi ini tidak ada kaitannya dengan Pilgub DKI dan memusuhi agama lain
Polda Metro akan menyiapkan 8.000 personel dibantu satuan khusus Brimob untuk mengamankan aksi 4 November 2016.(jos/iss)