Penyidik Polda Metro Jaya kembali memeriksa Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Gatot Brajamusti atau GB terkait kepemilikan dua pucuk senjata api yang diduga tanpa izin.
“Kita bon (bawa) GB dari Polres Metro Jakarta Selatan dan diperiksa di Resmob (Polda Metro Jaya),” kata Komisaris Polisi Teuku Arsya Khadafi Kepala Unit IV Subdirektorat Reserse Mobil Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya di Jakarta, Senin (5/9/2016) seperti dilansir Antara.
Arsya menyebutkan pemeriksaan Gatot dijadwalkan mulai pukul 09.00 WIB berkaitan temuan barang bukti hasil penggeledahan di rumahnya pada Jumat (2/9/2016) malam.
Dari penggeledah rumah Gatot di Jalan Niaga Hijau X Nomor 6 Pondok Pinang Jakarta Selatan, petugas Polda Metro Jaya dan Polda Nusa Tenggara Barat menemukan brankas berisi satu kotak berwarna coklat bertuliskan “Honest” terdapat satu plastik klip berisi kristal putih diduga sabu-sabu.
Kemudian satu kotak “Cafe Crime” berisi dua plastik klip isi kristal putih diduga sabu-sabu, satu botol “Gluco” warna hitam berisi satu plastik klip isi kristal putih diduga sabu-sabu, satu cangklong, satu kotak amunisi “Flochi” isi 36 butir peluru kaliber 7,65 mm.
Satu kotak “Panasonic” berisi 10 kotak amunisi berisi 50 butir peluru per kotak kaliber berjumlah total 100 butir, satu kotak coklat isi 72 butir kaliber 9 mm, satu kotak 50 butir diameter kecil dan dua magazen berisi satu peluru diameter 9 mm.
Selain itu, 24 tabungan BCA, satu buku rekening Bank panin, dua buah dompet berisi tiga kartu ATM BCA, satu kartu tanda pengenal Karpi, satu kartu RS Pondok Indah, satu kartu Apartemen Poins Square dan 10 bungkus “Extra Viga”.
Penyidik Polda Metro Jaya juga akan mengkonfirmasi kepemilikan dua pucuk senjata api diduga milik Gatot dengan menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan pejabat pemerintah berinisial AS.
Terkait rencana penggeledahan Kantor Parfi, Ajun Komisaris Besar Polisi Budi Hermanto Kepala Subdirektorat Reserse Mobil Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menyatakan penyidik menunggu situasi dan kondisi.
“Itu kan area publik jadi jangan sampai nanti jadi perdebatan,” tutur Budi. (ant/dwi)