Mgr. Paul Richard Galagher Menlu Vatikan menyampaikan penghargaan terhadap toleransi masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam, meskipun diakui masih terdapat riak-riak intoleransi, khususnya dalam pembangunan rumah ibadat.
Hal itu diungkapkan Menlu Paul Richard Galagher kepada Antonius Agus Sriyono Dubes RI yang baru untuk Takhta Suci Vatikan bertempat di kantor Sekretariat Negara Vatikan, kata Sturmius Teofanus Bate Sekretaris Tiga KBRI Vatikan kepada Antara London, Kamis (26/2/2016).
Dubes Agus Sriyono, saat bertemu Mgr. Paul Richard Galagher Menlu Vatikan yang berlangsung sekitar 45 menit dibahas isu-isu mengenai Interfaith Dialogue, Asian Youth Day 2017, Kemerdekaan Palestina, Papua dan LGBT.
Saat menyinggung masalah Interfaith Dialogue, Mgr. Galagher menyampaikan penghargaan terhadap toleransi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, meskipun diakui masih terdapat riak-riak intoleransi khususnya dalam pembangunan rumah ibadat.
Ketika menyinggung masalah Asian Youth Day, Antonius Agus Sriyono Dubes RI yang baru untuk Takhta Suci Vatikan menyampaikan harapan kepada Paus Fransiskus agar dapat menghadiri acara yang akan dihadiri sekitar 29 negara di Asia. Mgr. Galagher menyatakan akan menyampaikan hal tersebut kepada State Secretary, Cardinal Pietro Parolin.
Dubes Antonius Agus Sriyono dalam kesempatan itu menyinggung mengenai posisi Indonesia dalam hal penyelesaian masalah kemerdekaan Palestina dimana Indonesia memiliki kebijakan dasar yang sama dengan Takhta Suci Vatikan, yakni two state solutions.
Terkait Papua, kebijakan Taktha Suci Vatikan sejauh ini tidak berubah dan tetap mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua. Meskipun demikian, Mgr. Galagher mengharapkan Pemerintah Pusat dapat memberi perhatian pada permasalahan kebebasan berpolitik, kesejahteraan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
Dubes Sriyono menjelaskan sejauh ini Pemerintah Pusat memberikan perhatian besar terhadap pembangunan Papua melalui antara lain pemberian otonomi khusus, pembangunan infrastruktur dan memajukan pendidikan di Papua.
Mengenai kebijakan Vatikan terhadap fenomena LGBT, Mons. Galagher menjelaskan bahwa Vatikan membagi dua permasalahan. Pertama, LGBT dilihat dari aspek orientasi seksual dan LGBT sebagai gerakan. Sebagai gejala orientasi seksual, perlu menghargai hak-hak pribadi mereka sebagai manusia dan perlu diupayakan proses penyembuhan.
Apabila LGBT merupakan sebuah gerakan hal itu tentu bertentangan dengan ajaran gereja, dimana Gereja Katolik mengkategorikannya sebagai dosa.
Pertemuan Dubes RI untuk Vatikan dengan Menlu Vatikan dilakukan hanya dalam dua hari setelah Dubes Sriyono tiba di Roma untuk memulai tugasnya sebagai Duta Besar RI untuk Vatikan, demikian Sturmius Teofanus Bate. (ant/dwi)