Untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam Masa Orentasi Sekolah (MOS), Kementrian Pendikan dan Kebudayaan melarang kakak kelas menjadi panitia MOS.
MOS sepenuhnya akan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab guru kelas. Larangan ini tertuang dalam Permendikbud no 18/2016, tentang masa perkenalan sisa tahun ajaran 2016-2017.
Anies Baswedan Mendikbud mengatakan, pihaknya tidak ingin MOS berubah menjadi ajang kekerasan sampai jatuh korban seperti yang lalu.
MOS tujuannya untuk mengenalkan anak didik di lingkungan sekolah yang baru dalam jenjang lebih tinggi dari SMP ke SMA.
Tapi pelaksanaannya selama ini, MOS menjadi ajang kekerasan dan mempermalukan anak didik baru.
Mendikbud mengambil contoh, siswa disuruh memakai pakaian yang compang-camping, dikalungi ember, memakai sepatu sebelah yang harus dipakai sejak dari rumah. Ini termasuk menyiksa teman sendiri dan tidak ada hubungannya dengan kurikulum.
Tindakan ini bertentangan dengan Undang-undang Pendidikan No.74 Tahun 2008 serta betentangan dengan UU 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak bunyinya antara lain, anak didik di lingkungan sekolah wajib mendapat perlindungan guru dari tindak kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Karena itu MOS harus diisi dengan kegiatan positif yang erat hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Mendikbud juga menyerukan bagi anak didik yang akan menjadi anggota ekstra kurikuler harus mendapat izin atau persetujuan dari orang tua secara tertulis. Agar orang tua tahu kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti anaknya.
Prof Arif Rahman pengamat pendidikan menyambut baik regulasi MOS melalui Permendikbud 16/2016 sehingga dapat memutus mata rantai kekerasan yang sering muncul pada Masa Orientasi Siswa (MOS). (jos/dwi)