Membela diri saat terancam kejahatan, menurut hukum di Indonesia tidak menjadi masalah. Tapi tidak semua korban mampu membela dirinya hingga berhasil membebaskan diri dari ancaman. Bahkan tidak jarang, korban kejahatan terluka akibat melawan pelaku kejahatan sampai menyebabkan kematian.
Di lain sisi, masyarakat melakukan main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan yang telah tertangkap dengan mengeroyoknya hingga babak belur, bahkan sampai pelaku tewas mengenaskan.
Karena itu pihak kepolisian Polrestabes Surabaya pun mengimbau agar warga tidak perlu main hakim sendiri.
Kompol Manang Subekti Wakil Kepala Satuan Reserse Krimininal (Satreskrim) Surabaya mengatakan, membela diri saat terancam tidak menjadi masalah bagi korban kekerasan. Tapi tentu harus pas ketika calon korban membaca ada gelagat orang yang akan berbuat jahat.
“Boleh saja membela diri, asalkan memang sudah terancam. Misalkan pelaku sudah mengeluarkan senjata, ini dikategorikan membela diri. Tapi nanti membutuhkan pembuktian,” katanya kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (18/4/2016).
Manang menyarankan, perlawanan terhadap pelaku sebaiknya tidak perlu dilakukan bila korban memang sudah tidak bisa mempertahankan diri. Sebab, perlawanan tersebut justru akan menyebabkan konsekuensi yang lebih berbahaya misalnya nyawa yang hilang.
“Sebagian korban yang melawan akhirnya terluka. Kalau memang perlawanan ini sampai menyebabkan nyawa berbahaya, jangan terlalu berani. Apalagi kalau tidak punya kemampuan bela diri, jangan sampai malah membahayakan diri sendiri,” ujarnya.
Selain kewaspadaan diri sendiri, Manang menyebutkan, perlu adanya partisipasi masyarakat untuk mencegah kejahatan dengan rasa peduli dan sadar terhadap sekitarnya.
“Karena kadang-kadang warga apatis. Misalnya ada yang kejambretan, masyaraat hanya melihat korban, bukannya membantu. Kita enggak bisa mengatasai kejahatan tanpa bantuan warga,” katanya.
Tapi Manang menegaskan, jangan dengan cara main hakim sendiri tapi cukup menangkap pelaku dan menghubungi pihak berwajib. Sebab main hakim sendiri juga termasuk tindakan melanggar hukum. “Kecuali memang satu lawan 1, ya. Tapi kalau dimassa, sampai pelaku meninggal dunia, beda lagi. Pasti akan diproses secara pidana,” katanya.
Pasal 351 ayat 1 KUHP menyebutkan, pelaku main hakim sendiri bisa dihukum penjara maksimal dua tahun delapan bulan. Sedangkan di ayat 3, kalau korbannya sampai meninggal dunia, pelaku pengeroyokan bisa diancam penjara tujuh tahun.(den/rst)