Sabtu, 23 November 2024

MK Tolak Permohonan Uji UU Pengadilan HAM

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Arief Hidayat Ketua Majelis Hakim Konstitusi. Foto: Antara

Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan uji materi Pasal 20 UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap UUD 1945.

“Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Arief Hidayat Ketua Majelis Hakim Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (23/8/2016).

Mahkamah menilai bahwa permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum karena menurut Mahkamah Konstitusi permohonan para pemohon sudah tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan.

“Apa yang dialami para Pemohon bukanlah bersumber pada inkonstitusionalnya Pasal 20 ayat (3) maupun Penjelasannya melainkan, di satu pihak, pada penerapan norma dalam praktik dan kurang lengkapnya pengaturan dalam Pasal 20 ayat (3) UU 26 Tahun 2000,” ujar I Dewa Gede Palguna Hakim Konstitusi.

Sebelumnya Pemohon menilai bahwa Pasal 20 ayat (3) dan penjelasannya telah menyebabkan para Pemohon tidak dapat menikmati haknya atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Meskipun Mahkamah menolak seluruh permohonan Pemohon, Mahkamah meminta supaya Dewan Perwakilan Rakyat selaku pembentuk Undang Undang untuk melengkapi ketentuan dalam Pasal 20 UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

“Demi memberikan kepastian kepada setiap orang, Mahkamah memandang penting untuk memberikan catatan bahwa kepada pembentuk Undang Undang disarankan melengkapi ketentuan dalam Pasal 20 UU 26 Tahun 2000,” ujar I Dewa Gede Palguna Hakim Konstitusi ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Paian Siahaan dan Yati Ruyati yang keduanya adalah keluarga korban peristiwa Mei 1998.

Keduanya merasa bahwa ketidakjelasan penafsiran Pasal 20 ayat (3) UU a quo mengakibatkan ketidakpastian hukum atas peristiwa pelanggaran HAM pada peristiwa Mei 1998.

Hingga saat ini Jaksa Agung belum menindaklanjuti perkara pelanggaran HAM tersebut dengan alasan bahwa berkas penyelidikan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) belum cukup dengan mendasarkan pada Pasal 20 ayat (3) UU a quo.

Ketidakpastian hukum tersebut selain menghambat hak para Pemohon atas keadilan juga menghambat hak untuk mendapatkan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagai korban pelanggaran HAM berat.(ant/iss)

Bagikan
Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs