Senin, 25 November 2024

Lyn di Surabaya Masih Enggan Gabung Koperasi

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Lyn di Surabaya saat berunjuk rasa. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Per 1 Maret 2016 nanti, seluruh angkutan umum di Indonesia harus berbadan hukum. Tapi hingga awal tahun 2016, sebagian besar pengusaha angkutan umum di Surabaya terkesan enggan bergabung dengan koperasi.

Tunjung Iswandaru Kabid Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya mengatakan hal ini. “Sampai hari ini, banyak pengusaha angkot yang tidak mau gabung koperasi,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (3/1/2015).

Padahal, peraturan ini sudah termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 74/2014 tentang kewajiban kendaraan angkutan umum berbadan hukum.

Tunjung mengatakan, sosialisasi agar pengusaha lyn dan angkutan umum lain berbadan hukum terus dilakukan oleh Dishub Surabaya.

Dia juga mangaku sudah menyarankan agar pengusaha berkonsultasi dengan dinas koperasi mengenai teknis perkoperasian.

“Sistem organisasi koperasi kan langsung di bawah Dinas Koperasi. Tujuan aturan ini kan supaya jelas status aset yang didaftarkan ke koperasi itu tergolong sebagai simpanan pokok atau jenis lainnya,” katanya.

Beberapa kali sopir angkutan umum, Lyn, di Surabaya berunjuk rasa menolak pemberlakuan PP 74/2014 ini. Mereka keberatan bila kendaraan milik mereka akan menjadi aset badan hukum.

Organda Surabaya sebagai organisasi yang menaungu para pengusaha angkutan umum juga sudah mendirikan lima koperasi untuk mewadahi pengusaha angkot yang belum berbadan hukum.

Sunhaji Ketua Organda Surabaya mengatakan, sampai saat ini yang sudah bergabung dengan badan usaha antara lain anggota Organda seperti taksi, bus, angguna, dan angkutan barang.

“Yang belum hanya lyn atau mikrolet. Mereka masih belum rela jika asetnya nanti harus diserahkan ke koperasi atau badan hukum,” katanya.

Memang dalam peraturan itu, kata Sunhaji, bila seluruh angkutan umum sudah berbadan hukum maka baik BPKB maupun STNK kendaraan akan berganti nama sesuai badan hukumnya.

“Mereka masih bersikeras, kalau mereka ini sudah susah payah membeli aset mobil angkot itu, tapi kok diatasnamakan badan hukum,” katanya.

Sunhaji mengingatkan, nantinya aset kendaraan akan berganti nama badan hukum, tapi aset itu akan tetap menjadi milik masing-masing pengusaha.

Tidak hanya itu, dia menambahkan, hasil keuntungan lyn tetap masuk ke kantong pengusaha masing-masing.

Adapun konsekuensi bagi pemilik lyn yang tidak mendaftarkan kendaraannya ke dalam badan hukum, sebagaimana dijelaskan Sunhaji, kendaraan itu tidak diperkenankan menggunakan plat kuning.

“Artinya mereka tidak akan bisa menarik penumpang,” katanya.

Adapun keberatan lain yang menyebabkan para pemilik Lyn di Surabaya enggan bergabung ke koperasi yang sudah ada karena biaya balik nama BPKB dan STNK ternyata tidak gratis.

Pengusaha angkutan umum masih harus menanggung biaya balik nama yang diperkirakan lebih dari Rp2 juta.

“Seharusnya ada keringanan dari pemerintah. Sebab, dengan adanya aturan ini, toh, nantinya ada sumbangan PAD yang datang,” ujarnya. (den/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
33o
Kurs