Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya merespons pernyataan Budi Karya Sumadi Menteri Perhubungan terkait trem yang hanya dibangun untuk nostalgia.
Menurut Risma ambisi pembangunan trem bukan sekadar untuk niat nostalgia, tapi mencari transportasi massal yang murah.
“Jadi gini, tidak niat untuk nostalgia. Aku cari yang termurah. Bus itu lebih mahal,” ujarnya saat ngobrol dengan awak media di kantornya, Jumat (9/9/2016).
Dengan emosional, Risma menjelaskan lima alasan mengapa dia tetap keukeh ingin mewujudkan trem di Surabaya. Berikut ini lima alasannya:
1. Surabaya banyak perempatan, maka kalau transportasi massal dengan bus sangat berbahaya.
2. Kalau dengan rel (trem) bisa terkoneksi dengan Intelligent Transportation System. Seperti di Margorejo dan Wonokromo Traffic Light bisa langsung merah sejak kereta baru beberapa meter.
3. Penduduk kota Surabaya yang padat, jika menggunakan bus jelas tidak efektif. Kalau pakai trem bisa fleksibel, jika penumpang ramai bisa gunakan 5 rangkaian gerbong kereta, bila sepi bisa diatur.
4. Lebih aman karena pintunya banyak. Kalau Trem pintunya bisa sampai 6 pintu.
5. Trem lebih ramah untuk penumpang difabel. Penumpang dari pedestrian langsung bisa masuk.
“Saya tidak mengerti kok iso nostalgia. Trem selama ini sudah dikaji selama 7 tahun dan melibatkan banyak profesor dari ITS, Unair, ITB, Unibra dan sebagainya. Kajiannya sudah sejak 2008 saat saya masih Bappeko,” kata Risma.
Risma mengatakan, kalau menggunakan trem akan lebih efektif karena badan kereta tidak terlalu besar, bisa fleksibel. Risma juga ingin sebenarnya seperti Jakarta yang menggunakan Mass Rapid Transit (MRT).
“Saya juga pengen ada MRT seperti Jakarta, tapi itu kan mahal. Pemkot tidak punya uang, kalau ada bantuan pusat jadi gak enak ngrepoti,” katanya.
Sebelumnya, pada Kamis (8/9/2016) Menhub sempat mengatakan jika trem masih perlu kajian panjang. Selain itu, Menhub juga menyebut niat Surabaya membangun trem itu bagian dari nostalgia.
“Trem itu kan nostalgia masa lalu, jadi akan kita kaji lagi,” kata Budi, saat mengunjungi Pelabuhan Teluk Lamong, Surabaya, Kamis (8/9/ 2016). (bid/iss/ipg)