Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masih melakukan pengkajian rencana lokasi pembangunan bandar udara (bandara) antariksa Indonesia.
“Sekarang sudah mengerucut apakah lokasinya di Morotai atau Biak. Tahun ini kami harapkan sudah bisa ditentukan,” kata Thomas Djamaluddin Kepala LAPAN usai Seminar Nasional “Pengembangan Kebijakan dan Regulasi Nasional Penerbangan dan Antariksa: Problema dan Tantangan” di Universitas Atmajaya, Yogyakarta, Kamis (20/10/2016).
Thomas mengatakan, rencana induk pembangunan bandara antariksa (space spot) telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Keantariksaan.
Bandara itu penting bagi Indonesia untuk merespons terus berkembangnya teknologi keantariksaan dunia serta mendorong kemandirian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan antariksa nasional.
Menurut dia, saat ini LAPAN telah memiliki Stasiun Peluncuran Roket di Desa Cilautereun, Kecamatan Pamengpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Namun, stasiun itu hanya berfungsi sebagai pusat uji terbang roket berskala kecil.
“Sedangkan untuk peluncuran roket berskala besar tentu memerlukan tempat yang lebih aman,” kata dia.
Dikomersialkan
Selain berfungsi menunjang pengembangan program keantariksaan nasional, pembangunan bandara antariksa disebut cukup potensial untuk dikomersialisasikan di kancah internasional, karena wilayah ekuator menjadi kawasan favorit bagi negara-negara peluncur roket atau satelit.
Dilansir dari Antara, Thomas mengatakan, pemilihan lokasi di wilayah Indonesia bagian Timur yakni Kabupaten Biak, Papua atau Kabupaten Morotai, Maluku Utara paling memungkinkan sebab tingkat kepadatan penduduk relatif lebih rendah dan berhadapan dengan Samudera Pasifik.
“Harus memilih lokasi yang aman supaya jangan sampai ada risiko kejatuhan objek antariksa setelah dilakukan peluncuran,” kata dia.
Penentuan lokasi masih memerlukan kajian secara komprehensif sebab baik di Biak atau Morotai sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
Ditinjau dari sisi kesiapan infrastruktur, Biak relatif lebih memadai, namun di wilayah itu jumlah warga lebih tinggi sehingga harus ada relokasi penduduk.
“Sedang di Morotai penduduk sangat jarang, namun insfrastruktur penunjang masih belum banyak,” kata dia.
Setelah lokasi diputusakan dan mendapatkan persetujuan tingkat nasional kemudian akan dilakukan pendalaman dan perencanaan anggaran yang diperlukan untuk pembangunan bandara antariksa itu.
Proses pengembangan bandara akan melibatkan mitra-mitra LAPAN di kancah internasional.
“Yang jelas 25 tahun ke depan Indonesia sudah harus memiliki bandara antariksa,” kata dia. (ant/tit/tok)