Lima orang anggota komunitas Pemerhati Sejarah Surabaya bakar kemenyan dan menabur bunga di depan pintu penutup Rumah Radio Pemberontakan Bung Tomo, di Jalan Mawar Nomor 10, Tegalsari, Kamis (5/5/2016).
Aksi ini sebagai bentuk keprihatinan karena Pemerintah Kota Surabaya membiarkan pembongkaran bangunan bersejarah itu.
Chrisyandi Tri Kartika, anggota komunitas Surabaya Heritage Society, sekaligus admin akun facebook Indonesian History sangat menyesalkan pembongkaran itu.
“Ini adalah kado ulang tahun paling menyakitkan bagi Kota Surabaya,” ujarnya kepada wartawan.
Dia mengatakan, akan terus menyerukan kepada masyarakat Surabaya melalui akun media sosial, bahwa Surabaya baru saja kehilangan bangunan bersejarah.
“Kami terus mengawal ini. Supaya masyarakat Surabaya menyadari bahwa mereka kehilangan aset bersejarah,” ujarnya.
Chrisyandi bersama beberapa komunitas lainnya berupaya melaporkan hal ini ke DPRD Kota Surabaya agar menggelar rapat dengar pendapat dengan Pemkot Surabaya.
Termasuk dalam komunitas tersebut, Freddy Istanto Direktur Sjarikat Poesaka yang menyayangkan, Surabaya yang dipimpin arsitek kecolongan dengan pembongkaran bangunan bersejarahnya.
Sebelumnya diberitakan, sejak Kamis pagi, dua orang tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, mengobservasi reruntuhan bangunan Rumah Radio Pemberontakan Bung Tomo.
Sayangnya, setelah melakukan observasi kedua orang tim cagar budaya ini tidak berkenan memberikan keterangan.
Turut mendampingi observasi oleh tim BPCB Trowulan, Maulisa Nusyara Kepala Bidang Kebudayaan, Disbudpar Kota Surabaya.
Perempuan yang biasa dipanggil Icha itu hanya mengatakan, hasil observasi masih akan diproses oleh tim cagar cagar budaya Kota Surabaya.(den/iss)